Social Icons

Blog Keris Pusaka;silakan call/sms ke nomor;087855335960 @ 081235415435

Pages

Kamis, 29 November 2012

ISTILAH PENILAIN PAMOR/MACAM PAMOR

Macam-Macam Istilah Penilaian Pamor

  • Pamor mrambut, merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan rabaan (grayaan-Jawa), yaitu pamor yang jika diraba dengan ujun g jari rasanya seperti meraba rambut. Munculnya pamor semacam itu pada permukaan bilah keris seperti susunan helaian rambut atau seperti serat-serat yang halus dan lembut.
  • Pamor ngawat, juga berkaitan dengan kesan rabaan seperti pamor mrambut, tetapi rasa rabaannya tidak sehalus pamor mrambut, melainkan seolah-olah seperti rabaan jajaran kawat yang lembut.
  • Pamor nggajih,merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan, yakni pamor yang tampak seperti lemak beku menempel di permukaan bilah keris.Keris atau tosan aji yang pamornya nggajih biasanya adalah keris yang bermutu rendah atau yang sering disebut keris rucahan. Keris semacam ini jika dijentik biasanya tidak berdenting.
  • Pamor mbugisan adalah istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan dan rabaan. Permukaan bilah keris yang pamornya tergolong mbugisan rabaannya halus, sedangkan gradasi perbedaan warna antara besinya yang hitam dan pamornya yang putih keperakan tidak nyata terlihat, tidak kontras.
  • Pamor nyanak, istilah pamor untuk pamor Sanak atau pamor peson, merupakan istilah penilaian pamor menurut kesan penglihatan dan rabaan. Alur-alur pola gambaran pamor ini tidak jelas, tidak kontras, tetapi rabaannya sangat terasa, agak kasar. Keris berpamor sanak biasanya dibuat dari bahan pamor yang berupa mineral besi yang didapat dari daerah lain. Jika dijentik, keris pamor sanak, berdenting tetapi tidak nyaring.
  • Pamor Kelem, pamor ini penampilannya cukup jelas, cukup kontras, tetapi seolah yang terlihat hanya sebagian kecil dari keseluruhan pamor. Seolah sebagian besar pamor itu “tenggelam” di dalam badan bilah. Pamor yang kelem itu jika diraba akan terasa lumer atau halus dan lembut.
  • Pamor Kemambang merupakan kebalikan dari pamor kelem. Pamor ini memberi  kesan seolah bagian pamor yang tertanam di badan bilahnya hanya sedikit saja. Jika diraba, pamor kemambang juga memberikan kesan lumer dan halus.
  • Pamor ngintip adalah istilah penamaan pamor yang sangat kasar perabaannya, bahkan kadang-kadang beberapa bagian terasa tajam. Pamor yang ngintip ini bisa terjadi karena dua sebab. Pertama si empu boros atau dermawan (loma-Jawa) terhadap bahan pamor yang digunakannya, sehingga jumlah bahan pamor yang digunakan berlebihan. Bisa juga karena ketidaksengajaan, yakni untuk memberikan kesan wingit pada keris itu.Sebab yang kedua adalah si empu menggunakan bahan pamor yang bermutu tinggi, tetapi besi yang digunakan mutunya kurang bagus, sehingga besi itu cepat aus. Sewaktu besinya sudah aus, sedangkan pamor tidak, maka pamor akan “muncul” di permukaan bilah secara berlebihan.
  • Pamor Mubyar, yaitu pamor yang tampak cerah, cemerlang dan kontras dengan warna besinya. Walaupun warnanya kontras, namun jika diraba akan terasa lumer dan halus.

Selain istilah-istilah yang telah disebutkan dalam istilah-istilah Pamor, untuk menilai pamor orang juga mengamati kondisi tertanamnya pamor pada badan bilah keris atau tosan aji lainnya. Menurut istilah Jawa, kondisi itu disebut tancebing atau tumancebing pamor.

Tancebing dibedakan dalam dua macam, yakni pandes (pandhes), yaitu tertanamnya pamor seolah dalam dan kokoh; dan kumambang, yaitu seolah-olah mengambang atau mengapung di permukaan bilah.

TEHNIK PEMBUATAN KINATAH EMAS BERMACAM MACAM CARA

Kinatah, Sinarasah dan Kamalan

Kinatah Emas

Kinatah berasal dari kata "tatah" "tinatah" (jawa), dan pada istilah perkerisan menjadi kinatah. Yang dimaksud adalah memberikan hiasan/relief "timbul" pada keris dengan menggunakan logam lain, biasanya emas atau perak (ada juga yang dari bahan tembaga/kuningan/suasa). Tujuan pemberian kinatah adalah untuk memperindah tampilan keris. Seolah-olah menjadi hiasan pada keris. Pola hias untuk kinatah antara lain menggunakan stilasi tumbuhan (daun/bunga) yang merambat, stilasi wajah manusia/raksasa, stilasi hewan, bentuk-bentuk rajah serta huruf (arab/jawa).


Dari literatur yang ada, pada jaman dulu keris dengan kinatah emas atau perak menunjukkan status sosial pemiliknya, dari kalangan bangsawan, penguasa dan berkemampuan ekonomi kuat serta mempunyai kedudukan tinggi di pemerintahan. Menurut pendapat pribadi penulis, pemberian kinatah lebih menunjukkan kemampuan ekonomi dan selera seni pemiliknya. Ini mengacu bahwa sebagian keris pusaka yang dimiliki Kasultanan Jogjakarta justru tidak diberi kinatah. Keris dari Kasultanan Jogjakarta yang dijadikan "souvenir" untuk Pemerintah Negara lain justru diberi kinatah emas. Khusus untuk kinatah yang menunjukkan candra sengkala seperti Gadjah Singo pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo memang menunjukkan jasa serta status sosial seseorang.
Keris yang diberi hiasan kinatah emas dan perak rata-rata mempunyai nilai yang lebih tinggi secara ekonomis dibanding yang tanpa hiasan. Hal ini logis mengingat pembuatan kinatah memerlukan keahlian khusus (terkait ongkos pembuatan) dan harga logam mulia yang digunakan juga cukup tinggi. Penilaian terhadap kinatah yang perlu menjadi pertimbangan antara lain estetika pembuatan kinatah, logam yang digunakan, banyaknya bagian yang diberi kinatah.



Secara estetis proses pembuatan kinatah ada dua macam, yang pertama adalah dengan melukai/menggaris/mencacah bagian bilah yang direncanakan diberi kinatah dengan tujuan untuk pengikat logam emas/perak. Proses selanjutnya memberikan lapisan emas (awal) pada bagian tersebut dan selanjutnya emas yang sudah dipola hias disatukan. Jadi pola hias yang direncanakan dari bahan emas atau perak sudah dipersiapkan terlebih dulu
Yang Kedua adalah dengan membentuk pola/relief hias pada bagian bilah/ganja secara langsung. Bentuk pola/relief sudah langsung jadi dan tertera pada bilah sebelum diberikan emas/perak. Setelah pola selesai baru diberikan emas/perak pada pola yang sudah ada dengan cara mirip "las/patri" pada bagian relief. Jadi prinsipnya hanya melapisi pola yang sudah ada, bukan menutup relief.




Kinatah Tehnik Pertama




Kinatah Tehnik Kedua
Kesimpulan perbedaan antara tehnik yang pertama dan kedua, yaitu pada tehnik pertama pola hias lepas dari bilah/ganja sehingga jika emas/perak mengelupas karena aus bentuk pola sebelumnya tidak kelihatan. Dan tehnik ini memerlukan emas/perak yang cukup banyak. Disini lebih mengandalkan kemampuan dan citarasa seni dari pihak yang membuat kinatah emas. Sebagian besar pembuatan kinatah pada masa lalu (sebelum abad 20) menggunakan tehnik ini dan tehnik ini sekarang ini masih dipraktekkan pada sebagian besar pembuat kinatah di Jogjakarta (Serangan, Imogiri) maupun Surakarta. Sebaliknya untuk tehnik kedua, jika lapisan emas/perak lepas motif/pola hias masih kelihatan. Hilangnya pola hias jika bilah/ganja aus. Pembuatan pola hias dilaksanakan (biasanya) oleh mpu pembuat keris sendiri sedangkan untuk melapisi emas/perak diserahkan ke ahlinya.Logam emas/perak yang digunakan relatif sedikit. Pembuatan kinatah tehnik kedua ini banyak dipraktekkan untuk keris-keris baru yang dibuat oleh mpu-mpu dari Madura

Tehnik pertama menghasilkan tampilan yang cenderung "byor" dengan kesan mewah dibanding tehnik kedua. Dari segi nilai memang tehnik pertama relatif lebih tinggi dibanding yang kedua. Hal ini wajar mengingat jumlah bahan emas yang digunakan dan tingkat kesulitan dalam pembuatannya.
Perlu diterangkan, bahwa berdasarkan banyaknya bagian yang diberi kinatah memunculkan sebutan tersendiri, yaitu wadana siji (jika yang diberi kinatah emas hanya satu bagian yaitu di bawah ganja), Wadana loro (meliputi dua bagian, yaitu samping kiri dan kanan ganja saja atau bagian gandik saja), wadana telu (3 bagian - meliputi bagian bawah ganja ditambah samping kiri dan kanan ganja), wadana lima (5 bagian - meliputi bagian bawah ganja, samping kiri dan kanan ganja plus gandik), wadana pitu (7 bagian - meliputi wadana lima ditambah 2 bagian yang biasanya diatas gandik kiri kanan), wadana sanga (9 bagian - meliputi wadana pitu plus samping kiri kanan wadidang) dan wadana sewelas (11 bagian - meliputi wadana sanga plus bagian bilah kiri kanan sampai kurang lebih 2/3 bilah ke atas). Sumber : Keris Jawa

Sinarasah

Pengertian Sinarasah adalah membuat alur/guratan pada bilah/ganja keris dengan pola tertentu untuk diisi dengan emas/perak. Berbeda dengan kinatah, hasil proses dari Sinarasah hiasan emas/perak tidak timbul. Hal yang paling mudah untuk membedakan adalah dengan meraba hiasan. Jumlah bahan pelapis (emas/perak) sangat tergantung dari kedalaman guratan dan luasan bidang yang diserasah. Motif yang umum dipakai adalah motif tumbuhan, rajah dan huruf. Dari segi estetika, secara umum hasil dari tehnik sinarasah tidak sebaik yang melalui proses kinatah. Secara umum tingkat kesulitan tidak setinggi tehnik kinatah. Ini yang menyebabkan bahwa keris dengan kinatah nilainya relatif lebih tinggi dari yang menggunakan tehnik sinarasah.

Kamalan (Etsa)

Etsa dapat diartikan membuat hiasan timbul pada bilah keris. Prosesnya melalui tehnik kamalan, yaitu gambar/hiasan yang direncanakan dilukis menggunakan bahan tertentu (cat, lilin dll), kemudian keris dimasukkan ke larutan asam. Dalam jangka waktu tertentu logam yang tidak dilindungi bahan pelindung akan aus, sedangkan yang terlindungi akan terlihat timbul. Pada tahun 1980-an tehnik ini banyak dijumpai. Motif yang sering dijumpai antara lain berupa rajah, gambar wayang, huruf (jawa/arab). Sebagai penjelasan, bahwa proses kamalan ini juga dipakai dalam rangka untuk menghaluskan logam keris yang baru jadi atau juga yang salah kaprah digunakan juga untuk "menipu pandangan" orang supaya keris kelihatan lebih tua dan munculnya kesan aus.


Sebagian penggemar keris justru kurang menyukai keris dengan tehnik kamalan yang berlebihan dan berpendapat malah menurunkan nilai dari keris tersebut

LEGENDA/CERITA KERIS KYAI JOKO PITURUN MADURA



PANEMBAHAN Ronggo Sukawati bertahta di Pamekasan Timur berkeraton di Lawangdaja tempat almarhum ayahnya, Pangeran Nugeroho (Bonorogo).
Pada waktu Panembahan Ronggo Sukawati baru duduk dipimpinan pemerintahan menggantikan ayahnya, pada suatu hari, datang menghadap kepada Beliau seorang mengaku dari suatu desa dibawah pemerintahan Pamekasan, mempersembahkan kepada Beliau satu landian (ukiran) keris. Keesokan harinya datang pula lain orang yang mempersembahkan sebuah rangka keris, ketiga harinya hanya datang pula seorang mempersembahkan sebuah gandar keris dan demikian seterusnya orang menghadap pada Beliau mempersembahkan bagian-bagian dari tempatnya keris sehingga pada penghabisannya datang seorang menghadap Beliau mempersembahkan isi keris. Maka beliau memanggil seorang meranggi yang diperintahnya memasang menjadi satu, yaitu perkakas-perkakas keris yang beliau terima tadi, maka dengan amat aneh dan mengherankan perkakas-perkakas tadi dengan biji kerisnya sekali terdapat cocok (pas) dengan tidak usah dirobah sama sekali. Maka itu keris Beliau beri nama Si (Kiyai) “Joko Piturun”. Menurut cerita, mungkin bikinan orang (legenda), Kiyai Joko Piturun oleh Panembahan Ronggo Sukawati pernah dicoba dibuka dari rangkanya dihunuskan ditujukan kepada seorang yang ada di dalam penjara (hukuman), maka dengan ujung keris itu jauh dari orang hukuman itu, orang itu rebah ke tanah dan terus mati. Kemudian setelah biji keris dimasukkan kedalam rangkanya, dibuka (dihunus) pula dan ditujukan pula kepada mayat orang hukuman itu, maka itu orang lalu hidup kembali. Hal yang demikian itu menarik perhatian orang banyak, sehingga Kiyai Joko Piturun pada itu waktu tersohor kemana-mana, dan Panembahan Ronggo Sukawati disamping karena ia memiliki sifat-sifat kesatrian yang memang tinggi nilainya (ketangkasan diri, keberanian, ketabahan, kebijaksanaan, kesopanan yang tinggi, keadilan, sesanggupan membela kebenaran) pun pula oleh karena pembawaan kerisnya dimalui dan dihormati orang-orang besar didaerah-daerah tetangganya.

Lagi sesuatu hal yang terjadi di jamannya Panembahan Ronggo Sukawati. Pada suatu ketika Panembahan Lemah Duwur (Raden Pratanu) di Arosbaya datang di Pamekasan beserta semua Menteri-menterinya keperluan bertamu kepada Panembahan Ronggo Sukawati. Beliau adalah paman sepupu dari ayahnya Panembahan Ronggo Sukawati. Sesampainya di Pamekasan, tamu agung itu diterimanya dengan kehormatan besar oleh Panembahan Ronggo Sukawati. Setelah Panembahan Lemah Duwur beberapa hari tinggal sebagai tamu di Pamekasan, maka Beliau sudi menangkap ikan dari rawa Sê Ko’ol (nama suatu rawa besar didaerah kota Pamekasan), Panembahan Lemah Duwur menyuruh Menteri-menterinya melompat kedalam rawa itu menangkap ikan. Menteri-menteri Arosbaya membuka pakaiannya sehingga tinggal pakaian dalamnya lalu melompat ke dalam air. Panembahan Ronggo Sukawati yang ingin membantu tamunya, menyuruhnya juga Menteri-menterinya supaya melayani Menteri-menteri Arosbaya didalam menangkap ikan. Maka mereka itu seketika mendengar ajakan Rajanya, terus melompat kedalam rawa dengan pakaian luarnya sekali (tidak pakai buka pakaian luar oleh karena taatnya). Setelah Panembahan Lemah Duwur melihat apa yang terjadi dirawa tadi lalu pulang kembali ke Arosbaya dengan Menteri-menterinya dengan tidak minta diri (pamit) lebih dahulu kepada Panembahan Ronggo Sukawati. Melihat hal apa yang terjadi itu Panembahan Ronggo Sukawati merasa amat menyesal dan duduk beberapa lama dengan tidak dapat mengeluarkan sepatah kata apapun juga. Kemudian lalu beliau bangun berdiri dan mengejar dengan berjalan kaki kemana tamunya itu pergi. Dibelakang Beliau, abdi-abdi keraton Pamekasan menyusul dengan membawa seekor kuda untuk kendaraan Rajanya, akan tetapi itu kuda tidak dikendarai. Sesampainya di Sampang, maka Beliau ditunggu oleh saudaranya (Adipati Sampang) dan Penghulu Sampang di kampung Larangan. Beliau bertanya kepada saudaranya kemana perginya Beliau punya tamu, maka mendapat jawab, bahwa telah agak lama terus berangkat dengan naik kuda bersama abdi-abdinya menuju Blega, akan tetapi mereka itu di itu tempat berhenti sebentar dan Panembahan Lemah Duwur berdiri menyandar kepada pohon waru besar di tepi jalan raya di kampung Larangan, maka Panembahan Ronggo Sukawati lalu menghunus kerisnya, Kiyai Joko Piturun, ditusukkan kepada pohon waru yang bekas disandari Panembahan Lemah Duwur dan Beliau lalu pulang kembali ke Pamekasan dengan naik kuda. Setelah beberapa hari sampai di Pamekasan Beliau menerima sepucuk surat dari Raden Ayu Panembahan Lemah Duwur, bahwa setelah suaminya sampai di Arosbaya, pada malam harinya bermimpi, keris Kiyai Joko Piturun datang dari atap keraton Arosbaya terus menusuk dirinya Panembahan mengenai belakang dan pada keesokan harinya ditempat yang dimimpikan ditusuk itu keris (kerres) timbul sebuah bisul besar dengan rasa sakitnya yang hebat dari sebab mana setelah dua hari lamanya, Panembahan Lemah Duwur meninggal dunia.

Maka setelah surat dibaca, Panembahan Ronggo Sukawati menjadi marah terhadap dirinya sendiri, lalu mengambil Kiyai Joko Piturun dibuangnya kedalam rawa Sê Ko’ol dengan rangkanya sama sekali. Pada itu ketika beliau mendengar suara yang tidak kelihatan orangnya yang berkata: “Sayang keris Kiyai Joko Piturun dibuang, seumpama tidak dibuang, sudah tentu seluruh Jawa dan Madura hanya sebesar daun Kacopêng” (artinya: seumpama Kiyai Joko Piturun tidak dibuang, maka tentu seluruh Jawa dan Madura, apabila dikehendaki, dengan mudah sekali ditaklukkan; daun Kacopêng adalah bangsa daun tumbuh-tumbuhan yang ciut sekali). Setelah mendengar itu suara, maka beliau menjadi amat menyesal dan memberi perintah supaya semua pegawai Beliau masuk ke dalam rawa tadi mencari keris Beliau, akan tetapi terus tidak mendapatkannya. Peristiwa itu terjadi di dalam tahun 1592 Masehi. Disebutkan di dalam cerita, bahwa Beliau meninggal di dalam perang ketika Mataram menaklukkan Madura di dalam tahun 1624 M, menjadi usia Beliau ada lebih dari 100 tahun.

PERAN KERIS DALAM SEJARAH INDONESIA

PERAN KERIS DALAM SEJARAH

Oleh : Bagyo Suharyono


                                                                               

Keris adalah salah satu senjata adat suku –suku bangsa di Nusantara , yang merupakan senjata penusuk jarak pendek dikenal dan dipakai oleh sebagian masyarakat di Asia Tenggara . Keris merupakan senjata penusuk yang dimuliakan , dihormati bahkan dianggap keramat. Tidak hanya suku bangsa di Indonesia , juga bangsa lain di sebagian Asia Tenggara juga mengenal dan memakainya. Misalnya saja bangsa Malaysia , Brunai , Sabah , Tailand , Kamboja , Laos, Suku Moro di Pilliphina Selatan juga mengenal atau memakai Keris . ( Karsten Sejr Jensen , 1998 , 5 -7 . )


Selain senjata penusuk , keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis , benda Pusaka , sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah , sebagai benda komoditi perdagangan , sebagai symbol , sebagai tanda kehormatan , sebagai benda pelengkap upacara , dan sebagai benda pelengkap busana . ( Garret 7 Bronwen Solyom , 1987 . 12. ).


Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa , tidak dapat dipungkiri lagi , dalam ceritera , babad maupun sejarah modern , keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah , bahkan keris kadang- kadangdapat menjadi benda penentu sejarah . ( Surono , 1979, 2 . )


Keris selalu muncul dalam legenda , ceritera tutur atau oral tradisi , babad atau sejarah tradisi , sampai pada sejarah modern . Ternyata bila dicari dalam ceritera tutur atau penulisan sejarah , keterangan mengenai keris banyak yang dapat diketahui .seperti misalnya dalam ceritera legenda Ajisaka , Pararaton , Babad Tanah Jawi sampai penulisan sejarah modern De Graaf, perang Diponegoro . Bahkan keris masih juga hadir dalam masyarakat modern masa kemerdekaan contohnya panglima besar besar Soedirman dan Bung Karno ., sampai kepada pak Harto.


Ceritera Jawa yang paling tua, yaitu Serat Ajisaka , walaupun ini masih merupakan ceritera tutur yang bersifat legenda menghadirkan keterangan tentang keris . Pada masa Sang Aji Saka telah menjadi raja menguasai tanah Jawa , maka berkenan mengambil pusaka keris yang ditinggalkan di Gunung Kendil., Keris itu dibawa dan dikuasakan kepada abdinya yang bernama Sambada . Sang Ajisaka mengutus abdinya yang bernama Dora untuk mengambil pusaka keris itu. Setelah sampai di Gunung Kendhil , Sambada tidak mau memberikan keris pusaka itu , karena dia mendapat pesan dari Sang Ajisaka , bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapapun kecuali sang Aji saka . Maka terjadi percekcokan meningkat menjadi perkelahian , dua abdi tersebut mati bersama. Sang Aji saka telah menunggu lama tetapi utusannya tak kunjung datang, kemudian menyusul ke Gunung Kendhil . Ajisaka kemudian merasa berdosa karena mati bersama


( sampyuh ) maka sebagai peringatan akan dosana diciptakan aksara yang kelak kemudian menjadi huruf Jawa , ha, na, ca , ra , ka . da ,ta, sa, wa, la . Pa, da, ja, ya , nya . ma, ga, ba, tha, nga .


Artinya : ada utusan , sama –sama berkelahi , sama - sama saktinya , sama- sama menjadi bangkai . ( Serat Ajisaka , N.D. halaman 9 –34 ) .


Walaupun serat Ajisaka ini merupakan legenda atau ceritera tutur , tetapi cerita ini sampai masa sekarang masih menjadi dasar pandangan masyarakat Jawa atau Bali , ini merupakan mantifac atau facta mental yang masih hidup dalam kehidupan masyarakat sampai masa sekarang .


Ceritera dari Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Ciung Wanara setelah dewasa diserahkan oleh Ki Buyut untuk mengabdi pada pandai besi istana , setelah tahu cara kerja pandai besi kemudian membuat banyak senjata keris, pedang , kudi , kujang . Kemudian Ciung Wanara membuat tempat tidur kantil yang dibuat dengan terali besi , yang dinamakan Balai Sawo . Setelah itu Ciung Wanara mengabdi pada raja Pajajaran Arya Bangah . Karena banyak berjasa Ciung wanara dianugerahi nama Banyak Wide . Kelak dengan tempat tidur berterali besi ini dapat membalas dendamnya kepada raja Pajajaran Arya Bangah . yang kemudian dihanyutkan kesungai Karawang . Ciung Wanara menjadi raja besar di Pajajaran , begelar Harya Banyak Wide . Kemudian berperang dengan adik Arya Bangah yang bernama Jaka Sesuruh . Jaka Sesuruh yang kalah melarikan diri dari Pajajaran menuju ke Jawa Timur . ( Babad Tanah Jawi , Sudibyo ZH , 1980 , 17 –24. ).


Dalam serat -serat Panji yang terdiri atas beberapa versi , Panji Inu Kertapati Pangeran dari Kerajaan Jenggala yang kemudian menjadi raja dan dapat menjatukan kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri, setelah menjadi raja bergelar Kameswara , adalah seorang yang pandai mengolah curiga , atau bermain silat dengan keris. Walaupun ceritera ini sekedar hanya sastra sejarah , atau ceritera tutur , ceritera Panji pangeran dari Panjalu ini masa lampau menjadi suri tauladan dan menjiwai kehidupan masyarakat Jawa yang agraris feodal . Ceritera Panji ini bahkan tersiar sampai Vietnam dan Kamboja . ( Poerbotjaroko , 1969 , 4 . ) .
                                                                                                                                                                      
Dalam masa kerajaan di Jawa Timur dari masa Kediri sampai Singhasari sejarah keris tampak kelam , tetapi diketahui bahwa akibat adanya kepercayaan baru yaitu Tantrayana , keris pada masa itu berkembang mencapai bentuknya . Keris yang tadinya berbentuk gemuk pendek berbadan lebar cenderung seperti keris Budha atau Katga pada masa ini berubah ramping walaupun uga masihtampak dempakdan sangkuk . Contohnya keris- keris Jenggala dan Singhasari , dalam relief di Candi Panataran , keris sudah lebih ramping bentuknya , ( Wawancara dengan Suprapto Suryodarmo 1986 . ).


Baru dalam kitab Pararaton didapatkan keterangan yang luar biasa tentang keris . Kemelut Tumapel dengan tokoh Ken Angrok seorang rakyat jelata anak Ken Endog yang dipercaya titisan Dewa Brahma , membuat sejarah besar . Kitab Pararaton memberi keterangan yang banyak tentang keris. Karena Ken Angrok jatuh cinta dengan Ken Dedes , wanita yang secara paksa menjadi istri Akuwu Tunggul Ametung . Untuk membunuh tunggul Ametung Ken Angrok memesan keris sakti kepada Empu Gandring, Keris Empu Gandring kemudian mulai memakan korban , pertama adalah Empu Gandring , kemudian Tunggul Ametung , Keboijo , Ken Anggrok sendiri , Panji Anusapati , Panji Tohjaya, dan Ranggawuni , Jadi keris Empu Gandring, telah memakan tujuh korban diantaranya Ken Angrok sendiri dan keturunanya . Tetapi Ken Angrok sendiri telah berhasil merebut Kerajaan Singhasari , yang kelak kemudian keturunanya akan meneruskan menjadi raja- raja sesudahnya . Oleh sebab kitab yang memuat ceritera itu disebut kitab Pararaton . Dalam peristiwa ini keris yang merupakan senjata penusuk berperan serta dalam penentuan sejarah . Serat pararaton yang menghebohkan ini ditemukan ditulis pada keropak atau Ron Tal dalam bahasa kawi . Ceritera ini menjadi penelitian sarjana Belanda yang bernama Brandes , dan pernah diterjemahkan dalam bahasa Belanda ( Mangkudimedjo , 1979 ,25. ).



Peristiwa - peristiwa besar yang melibatkan peran keris dalam masa kerajaan Majapahit apabila dikaji dari sejarah formal maupun ceritera tutur akan banyak ditemukan . Raja Jayanegara terbunuh oleh keris Ra Tancha yang masih termasuk keluarga raja atau Darmaputra . Ra Tancha kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Gajah mada . Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan Hayam wuruk mewarisi takhta, dan kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.



Begitu juga dalam ceritera tutur atau babad , banyak peran keris dalam sejarah yang hadir . Ceritera Bondan Kejawan atau pangeran Lembu Peteng . diperintahkan oleh prabu Brawijaya untuk belajar dan mengabdi pada ki Gede Tarub. Sang Prabu memberikan dua keris pusaka . Setelah berkelahi dengan perampok salah satu kerisna patah tetapi mengalami kemenangan . Bondan kejawan ini kemudian dikawinkan dengan putri ki Gede satu-satunya yang benama Nawangsih . Selanjutnya Bondan Kejawan menurunkan sederetan nama besar dalam sejarah masa kerajaan Demak . Cerita ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi , babad Pajang , dan Babad Para Wali



Dalam Babad Tanah Jawi Terdapat sebuah bagian khusus yang memuat banyak keterangan tentang keris yaitu riwayat hidup dari empu - empu pande keris. Dalam babad diceriterakan riwayat empu Supa Gati , Supa Jigja , Supa Driya Supa Pangeran Sendang, empu Pitrang, Empu ki Sura, dan ki Supa Anom .


Dalam babad Tanah Jawi itu diceriterakan tentang raja Majapahit , yang memesan keris pada para empu , begitu juga para Wali yang membuat keris dapur-dapur yang baru . Muncul nama nama keris Pusaka seperti Condong Campur , Sabuk inten , Nagasasra , Sengkelat , Carubuk , Kala munjeng , pedang kyai lawang , kendali rangah macan guguh .dan lain sebagainya yang kelak menjadi pusaka raja - raja Jawa selanjutnya. Pusaka tersebut sedikit banyak ikut berperan dalam sejarah . ( Panji Prawirajuda ; 1984 , 225 –271 ).



Pada masa kerajaan Islam di Demak begitu banyak keterangan tentang keris . dan keris merupakan benda sebagai penentu sejarah., banyak ceritera tutur , serat ,babad , bahkan sejarah modern tulisan H.J de Graaf menulis tentang peristiwa pembunuhan , perebutan takhta , dan balas dendam di masa kerajaan Demak. Pembunuhan dengan keris pada masa ini ternyata merajalela . Raja Demak pertama adalah Raden Patah atau Sultan Jim Bun sebenarnya putra Bra Wijaya raja Majapahit , yang dipelihara oleh Harya Damar , adipati Palembang . Setelah Sultan Fatah meninggal digantikan oleh Puteranya yang tertua yaitu Pangeran Sabrang Lor , tetapi pangeran ini meninggal pada masa mudanya, belum menikah dan belum mempunyai putera . Seharusnya yang menggantikan adalah putra yang kedua yaitu Sekar Seda Lepen . Tetapi Sekar Seda Lepen dibunuh ditusuk dengan keris dari belakang , sewaktu pulang dari sholat Jumat di masjid Demak. Sepulang dari sholat Jumat, Seda Lepen dikutit dari belakang dan kemudian ditusuk pingangnya dengan keris . Seda lepen meninggal di tepian sungai , oleh sebab disebut Sekar Seda Lepen . Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang prajurit pejineman atau prajurit sandi bernama Surawiyata , orang suruhan atau abdi dari Raden Mukmin , yaitu nama muda Sunan Prawata .


Putera laki laki Sekar Seda Lepen bernama Haryo Penangsang , yang masih kecil diangkat menjadi murid terkasih Sunan Kudus . Haryo Penangsang kelak kemudian setelah menjadi Adipati di Jipang akan membalas dendam . Kerajaan Demak jatuh ke tangan putra ketiga bernama Sultan Trenggana . Tetapi Sultan Trenggana gugur waktu berperang melawan Kerajaan Brang Wetan atau Blambangan di Beteng Panarukan . Yang menggantikan menjadi raja kemudian adalah putra Trenggana yaitu Sunan Prawata . Tetapi masa pemerintahanya dipenuhi oleh kemelut persaingan kekuatan dan perebutan takhta . Harya Penangsang , putra Seda Lepen mulai membalas dendam. Pertama kali yang menjadi korban adalah Sunan Prawata sendiri , sewaktu Sunan Prawata sedang sakit tiduran duduk di pangku atau di ” sundang “ oleh Permaisurinya, datanglah dua orang prajurit Sureng yang berhasil menyelinap ke tempat tidurnya . Prajurit sureng suruhan Arya Penangsang ini segera menusuk Sunan Prawata , tusukan begitu kuat sehingga menembus dada sampai kepunggung , permaisuri yang memangkunya ikut tertusuk dan langsung mati. Sunan Prawata yang sakti walaupun terluka belum juga mati . Sunan Prawata meraih kerisnya Kyahi Bethok , dilemparkan kearah prajurit Sureng . Sureng itu hanya tersentuh keris sedikit pada kakinya luka tergores , prajurit Sureng itu kemudian segera mati . Sunan Prawata. Kemudian mati menebus dosanya karena telah membunuh Sekar Seda lepen .


Haryo Penangsang belum puas membalas dendam, maka terjadilah pembunuhan selanjutnya terhadap Sunan Hadiri . Sewaktu Sunan Hadiri dengan isterinya Ratu Kalinyamat melaporkan peristiwa itu dan minta pengadilan pada Sunan Kudus, kepulanganya ke Kalinyamat dihadang oleh prajurit Sureng utusan Harya Penangsang . Sunan Hadiri terbunuh di jalan ditikam dengan keris namun untungnya Ratu Kalinyamat berhasil selamat . Balas dendam Harya Penangsang juga belum berhenti ingin menumpas habis keturunan Trenggana sampai menantu - menantunya .


Sasaran ketiga adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ) Adipati Pajang , yang merupakan menantu Sultan Trenggana paling muda. Hadiwijaya pada masa itu telah menjadi Adipati di Pajang . Harya Penangsang kembali mengutus dua orang prajurit Sureng untuk membunuh Hadiwijaya . Para Sureng berhasil masuk ke tempat tidur menemukan Hadiwijaya yang baru tidur. Kemudian Sureng itu menusuk dengan keris. Hadiwijaya memang sakti, tidak mempan ditusuk dengan keris , bahkan kedua Sureng terjengkang pingsan karena kibasan kain dodot selimut sakti Hadiwijaya . Para Sureng kemudian diampuni disuruh kembali ke Jipang , bahkan diberi uang yang banyak . Para Sureng kemudian melapor kepada Harya Penangsang , Harya Penangsang marah besar , dan membunuh dua Sureng dengan kerisnya Kyai Brongot Setan Kober . Kedua Sureng telah mempermalukan Penangsang dan gagal dalam melakukan tugas .


Harya Penangsang kemudian gugur ditangan kerabat Sela. Ki gede Pemanahan , Ki gede Penjawi , dan putra Pemanahan , Danang Sutawijaya , yang berperang dengan segala taktik dan tipu daya. Akhirnya Adipati Jipang Haryo penagsang gugur . Maka tinggallah hanya satu orang terkuat pewaris kerajaan Demak. Jaka Tingkir atau Adipati Hadiwijaya kemudian menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya . ( De Graaf . H J , 1985 , 23-30.).


Pada jaman kerajaan Mataram Islam yang ber ibukota di Kotagede kemudian berpindah ke Plered , sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai Amangkurat Agung, diketahui keterangan yang banyak tentang keris .


Beberapa peristiwa penting terjadi masa Panembahan Senapati mulai berkuasa di Mataram . Pada awal pemerintahan Senapati mulai membangun istana Kotagede, telah membelokkan rombongan Mantri Pemajegan dari daerah Bagelen yang akan menyampaikan hasil pajak daerah Bagelen dan Banyumas ke Pajang . Di Istana Mataram mereka diundang mampir dan dijamu makan- makan besar dan melihat tari –tarian. Ada seorang mantri Pemajegan yang bernama Ki Bocor , yang membenci Senapati dan ingin mencoba kesaktiannya . Pada malam hari waktu Panembahan Senapati baru duduk di atas tikar di pendapa, bersantai menghadapi meja pendek , datanglah ki Bocor dari belakang . Dengan cepat Ki Bocor menusuk punggung Panembahan Senapati dengan keris pusaka yang bernama Kyai Kebo Dengen . Tetapi setelah ditusuk berkali - kali Panembahan Senapati sama sekali tidak terluka . Ki Bocor kehabisan tenaga dan jatuh duduk berlutut minta ampun . Panembahan Senapati membalik kebelakang dan memaafkan perilaku ki Bocor . Ki Bocor segera pergi , meninggalkan kerisnya ang masih tertancap di tanah . Sejak saat itu para mantri dan pejabat dari Bagelen dan Banyumas sangat kagum dan menghormati Senapati.. Peristiwa ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Djawi, Babad Pajajaran , Babad Baron Sekender, Dari babad Pajajaran diketahui bahwa Mantri Pamajegan Ki Bocor adalah Bebahu desa Bocor di Banyumas, keturunan Pangeran Tole yang membenci Mataram karena mulai berkembang menjadi kota yang ramai .( De Graaf , HJ. 1987 , 73. ).



Peristiwa yang besar sesudah itu menyusul lagi . Pangeran Alit, atau Pangeran Mas saudara ipar sultan Hadiwijaya yang menjabat Adipati Madiun, yang bernama Panembahan Madiun, memberontak terhadap kekuasaan Mataram.. Setelah Panembahan Senapati memimpin perang ke Madiun, Adipati Madiun merasa takut karena perajuritnya selalu kalah . Adipati Madiun mundur dan melarikan diri . Kadipaten dipertahankan oleh para prajurit yang dipimpin oleh Retna Jumilah , putri Adipati Madiun yang gagah berani . Panembahan Senapati berhasil menyeberangi bengawan Madiun, langsung memasuki Kadipaten . Kedatangan Senapati di hadapi oleh Retna Jumilah , yang telah siaga dengan para prajuritnya. Retna jumilah membawa keris sakti pusaka Madiun yang bernama kyahi Gumarang ( keris dapur Kala Gumarang adalah keris berdapur sepang dengan sogokan dan grenengan pada kedua kepet ganjana ).. Senapati menghentikan para prajurit pengawalnya di bawah pohon beringin, dan sendirian memasuki Pendapa Kadipaten. Kedatangan senapati dihadapi oleh Retna jumilah sendiri . Retna Jumilah menusuk - nusuk Senapati dengan keris Kyahi Gumarang tetapi Senapati tidak terluka sedikitpun . Kemudian Retna Jumilah kehabisan tenaga , berlutut minta ampun . Senapati mengampuni Retna Jumilah , akhirnya Retna Jumilah putri Madiun kemudian diambil sebagai isteri Senapati . Senapati kagum pada kecantikan dan keberaniannya . Sejarah ini banyak ditulis dalam babad , terutama Babad Tanah Jawi , Babad Matawis , dan buku sejarah tulisan De Graaf . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1590 . ( De Graaf , HJ 1987. ).


Setelah Panembahan Senapati wafat , kemudian berkuasa Susuhunan Seda Krapyak atau Raden mas Jolang bergelar Susuhunan Hadi Hanyakrawati. Digantikan oleh raden Mas Rangsang , yang kemudian menjadi raja besar di Jawa bergelar Sultan Agung Hanyakra Kusuma . Pada masa awal pemerintahanya Sultan Agung mempersiapkan ekspansi ke Jawa Timur , atau daerah Brang Wetan , Sultan Agung mempersiapkan diri melengkapi peralatan perang . Sultan agung mengumpulkan empu – empu dan pande besi yang ada didaerah kekuasaan Mataram . Para empu diharuskan membuat senjara perang , tombak pedang , keris , bahkan sampai meriam Jawa . Ratusan empu dan pandai besi bekerja keras dibawah koordinasi tujuh orang empu ternama (tindih empu pitu) . Peristiwa ini disebut sebagai peristiwa Pakelun . Pada masa itu banyak dibuat keris , keris - keris itu dinamakan tangguh Mataram Pakelun ,. sampai masa sekarang keris-keris itu masih banyak dijumpai . Sedangkan meriam ang dibuat masa itu masih dapat dijumpai di keraton Kasunanan Surakarta . ( Riya Yasadipura , wawancara 1984 .).



Setelah Berhasil menaklukkan Blambangan sampai Madura , Maka terjadi pemberontakan kadipaten Pati , Adipati Pragola II, atau Adipati Pragolapati penguasa daerah Pati memberotak . Dalam ceritera tutur Jawa, dikatakan orang orang Pati kebal senjata. Kekebalan itu hanya dapat ditawarkan kalau senjata orang- orang Mataram diberi susuk emas . Setelah rahasia itu diketahui , maka keris Mataram diberi tatahan emas untuk menawarkan kekebalan orang dari Pati. Maka kadipaten Pati segera jatuh dan dikuasai Mataram . Setelah jatuhna blambangan dan Pati , Sultan Agung berkenan memberi pada para prajurit dan perwira yang berjasa dengan keris bertatah emas. Maka pada masa itu keris keris penghargaan banyak diberikan kepada para abdi dalem yang berjasa. Keris tanda penghargaan tersebut adalah keris bertatah emas Gajah Singa , Keris Gana Gajah Singa sebenarnya adalah cronogram ( sengkalan) tahun jatuhnya Pati . Tatahan emasnya disesuaikan dengan besarnya jabatan atau jasa dari para pahlawan yang ikut berperang menaklukkan Blambangan dan Pati. Tahun Keruntuhan Pati menurut catatan Belanda adalah tahun 1627.


Setelah Sultan Agung Surut , maka raja yang menggantikan adalah Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung . Masa pemerintahan Amang -kurat ini diliputi suasana yang mencekam, penuh kekerasan dan pembunuhan. Begitu banak peristiwa sejarah yang melibatkan keris sebagai alat pembunuh .



Pertama kali adalah peristiwa Pangeran Alit, Pangeran Alit sebenarnya adalah adik Sunan sendiri, yang dicurigai akan memberontak karena banyak merekrut dan dicintai para lurah yang menjadi bawahannya. Lurah –dan pengikut Pangeran Alit dibunuh satu persatu dengan jalan pembunuhan politis yang rahasia . Karena marah, Pangeran Alit memprotes dengan datang di Alun- alun Plered membawa para lurah yang hanya sedikit jumlahnya. Terjadi perkelahian di alun- alun , para lurah bayak yang terbunuh ,. Pangeran Alit kemudian mengamuk di alun -lun dengan kerisnya yang sakti . Beberapa orang telah menjadi korban keris Pangeran Alit. Demang Malaya atau juga disebut Cakraningrat I dari Madura membujuk agar Pangeran Alit menghentikan pertumpahan darah , berlutut dihadapan Pangeran Alit dan memohon dengan menangis . Karena marah yang tak tekendalikan , Demang Malaya ditusuk keris lehernya oleh Pangeran Alit , Demang Malaya meninggal seketika . Pengikut Demang Malaya kemudian mengeroyok pangeran alit , sampai pangeran Alit gugur . Orang-oang Madura yang mengeroyok Pangeran Alit juga dibunuh dengan keris oleh Prajurit Amangkurat . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1647 Masehi, Menurut catatan Belanda ( De Graaf , 1987 , 34-36.).



Peristiwa kedua adalah pembunuhan kaum ulama . Amangkurat Agung selalu curiga dan khawatir terhadap para ulama , yang masa itu jumlah dan pengaruhnya semakin besar di kerajaan Mataram . Maka Amangkurat Agung menugaskan empat orang terkemuka membentuk kesatuan prajurit rahasia khusus, yang menyelidiki kaum ulama terkemuka di wilayah Mataram . Setiap jumat para perajurit rahasia ini mengutit para ulama ang sedang sholat Jumat . Setelah sholat Jumat, dibunyikan meriam Sapujagad sebagai tanda rahasia . Maka pada saat per tanda itu ratusan bahkan ribuan santri dan ulama dihabisi dengan keris .


Meriam besar sebagai tanda itu sebenarnya bernama Kyahi Pancawara dibuat masa Sultan Agung , yang kemudian diganti nama dengan Kyahi Sapu Jagad . Meriam besar itu masih dapat dilihat sampai sekarang terdapat dimuka Pagelaran Alun -alun utara Kraton Surakarta , Peristiwa ini tidak tertulis pada ceritera tutur dan babad Jawa , tetapi terdapat pada sejarah Banten , Cirebon dan Belanda , Peristiwa ini terjadi kira - kira seputar tahun 1648 . ( De Graaf , 1987 , 35-37. )






Peristiwa ketiga adalah pembunuhan Kai Dalem. Kyai Wayah di Pajang adalah seorang dhalang Wayang Gedhog yang mempunyai anak yang amat cantik tapi sudah bersuami , Suami anak Ki Wayah benama Kyahi Dalem . Sunan menginginkan wanita tersebut menjadi isterinya . Sekonyong konyong Ki Dalem meninggal terbunuh oleh keris , dan tidak ketahuan pembunuhnya . Wanita istri ki Dalem kemudian diboyong ke kraton dan dinikahi Sunan Amangkurat walaupun telah hamil dua bulan. Wanita cantik ini kemudian terkenal sebagai Ratu Mas Malang yang kemudian meninggal dicurigai telah diracun. Sunan setelah kematian Ratu Malang menjadi tertekan jiwanya seperti orang tidak waras. Bersama kematian Ratu Malang telah dihukum mati 43 orang wanita dayang, pelayan , emban dari keputren , sebagai hukuman karena keteledoran mereka . melayani Ratu Malang ( De Graaf ; 1987, 18-24.).



Peristiwa besar terjadi lagi, gudang mesiu Mataram meledak meninmbulkan malapetaka dan kematian yang banyak . Yang dituduh bertanggung jawab atas meledaknya gudang peluru tersebut adalah Raden Wiramenggala atau Riya menggala dan Raden Tanureksa . Bersama kerabat mereka sejumlah 27 orang mereka dihukum mati dengan ditusuk keris .Lebih menyedihkan lagi Raden Wiramenggala yang diperintah membunuh adalah kakanya sendiri , yaitu Pangeran Purbaya. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 1670 ( De Graaf , 1987 27-28 ). Beberapa babad telah menuliskan peristiwa itu , yaitu Babad Tanah Jawi, Babad Momana, dan catatan Belanda (raporten).


Peristiwa lain adalah pembunuhan Pangeran Selarong , Pangeran Selarong adalah putra Sunan Seda Krapyak dengan Putri Lungayu dari Ponorogo . Karena Pangeran Selarong dituduh menggunakan racun Anglung Upas , maka Pangeran Selarong dihukum mati dengan ditusuk keris , peristiwa ini terjadi didesa Bareng, Kuwel ( dekat Delanggu ) pada tahun 1669 . Peristiwa itu ditulis dalam Sedjarah Dalem , Babad momana , Babad Tanah Jawi dan catatan atau laporan Van Goens kepada Gubernur Jendral di Batavia .



Peristiwa kekejaman dengan keris muncul lagi , raja mempunyai simpanan gadis kecil yang sangat cantik namanya Rara Oyi. Karena belum haid , maka gadis cantik itu dititipkan kepada Pangeran Pekik , Adipati Surabaya. Sampai nanti dewasa akan dijadikan isteri. Pangeran Pekik kemudian menyuruh Ngabehi Wirareja dan keluarganya untuk mengasuh anak gadis itu . Setelah menanjak dewasa Rara Oyi yang sangat cantik kebetulan berjumpa dengan Pangeran Dipati Anom , putera raja. Pangeran Adipati Anom segera jatuh cinta pada Rara Oyi. Rara Oyi kemudian dilarikan Pangera Dipati Anom . Amangkurat Agung sangat murka , memerintahkan membunuh Pangeran Pekik dengan seluruh keluarganya, sejumlah 40 orang, Mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Wirareja juga dihukum mati beserta keluargana jumlah korban dalam peristiwa ini adalah 60 Orang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1670 .



Betapun pada masa pemerintahan Amangkurat I telah sering terjadi pembunuhan pembunuhan dengan keris. Ketidak puasan, ketakutan, dan keresahan menyelimuti Mataram , dan akhirnya terjadi Pemberontakan Trunajaya yang bersekutu dengan mertuanya Pangeran Kajoran , Sehingga kerajaan Mataram menjadi runtuh dan Amangkurat melarikan diri , wafat di Tegalwangi.




Setelah Wafatnya Amangkurat Agung di Tegalwangi , maka Pangeran Adipati Anom menjadi raja . Amangkurat II atau Amangkurat Amral ( Admiral ) memindah kan ibukota mataram ke Wana Karta , kemudian diganti nama Kartasura. Amangkurat Amral berhasil mengalahkan Pemberontak Trunajaya dengan bantuan Kompeni dan para adipati. Trunajaya ditangkap di Gunung Antang Kediri . Trunajaya ditawan dibawa ke Surabaya , di Alun - alun Amangkurat Admiral menghukum Trunajaya dengan keris Kyahi Blabar , Maka berakhirlah pemberontakan Trunajaya ( Sudibjo ZH . 1980, 250- 252 )



Masih begitu banyak peran keris dalam sejarah , misalnya Untung Surapati yang selalu membawa keris kecil yang disembunyikan dalam cadik untaian daun sirih , apabila berjumpa dengan Belanda cadik itu disabetkan pada orang Belanda , Karena kesaktian keris orang Belanda itu mati .


Begitu Juga Paku Buwana II telah memberikan keris Kyahi Kopek kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Yogyakarta . ini tertulis dengan jelas pada sejarah sesudah perjanjian Gianti . Keris Kyahi Kopek menjadi lambang pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Paku Buwana II.



Pangeran Diponegoro , yang mengorbankan perang Jawa ( Java oorlog 1825-1830 ) , selalu memakai dan membawa keris pusaka dipinggangnya . Dalam gambar kuno akan selalu tampak Diponegoro memakai keris warangka gayaman gaya Yogyakarta. ( Muhammad Yamin; 1956, 27.)



Bagaimanapun juga keris keris tunggul , dan pusaka kraton Jawa tetunya mempunai karisma sendiri-sendiri , kedudukanya , dan sejarahnya masing-masing.


Sejarawan keris masih harus banyak menggali latar belakang dan sejarah tentang keris – keris pusaka seperti , Kyai Joko Piturun , Kyai Mahesa Nempuh , Kyahi Mega Mendhung , Kyahi Banjir, Kyai Babar Layar, Kanjeng Ki ageng , Kyahi Kebo Nengah, Kyai Karawelang , dan masih banyak lagi keris pusaka yang harus dikaji sejarahnya lebih lanjut.



Keris juga masih saja berperan , dan muncul dalam sejarah modern . Pada masa revolusi fisik , Panglima Besar Soedirman memimpin perang gerilya melawan pendudukan Belanda. Jendral Soedirman tidak memakai seragam militer modern dengan pistol atau senapan . Jendral Soerdirman justru memakai udheng ikat kepala , dan memakai jubah di pinggangnya terselip keris . Jendral Soedirman lebih suka memakai pakaian rakyat seperti pendeta atau kyai pedesaan , karena akan terasa lebih akrab berintegrasi dengan rakyat pedesaan. ( Roto Suwarno, 1985, 80, 103, 146 ).


Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia . pada masa kejayaanya selalu membawa keris . Keris yang dibawa Bung Karno sebenarnya bukan keris melainkan pedang suduk ang memakai ganja , atau keris dapur Cengkrong yang diberi warangka perak yang ditatah . Menurut ceritera pedang tangguh Belambangan itu pusaka dari ayah Bung Karno . Raden Mas Sosro pemberian Sunan Paku Buwana ke X . Menurut kepercayaan pada masa itu , Bung Karno menjadi sangat berani , berwibawa dan ditakuti , karena pusaka kerisnya . Keris atau pedang suduk ini sering terlihat pada foto – foto Bung Karno.



Pak Harto , semasa menjadi Presiden Republik Indonesia , dalam hubungan diplomasi denbgan negara sahabat ,sering memberikan tanda mata untuk kepala negara atau wakil negara sahabat cideramata berupa keris . Keris yang diberikan adalah keris Bali dan ada juga keris Jawa . Peristiwa ini berlangsung berkali kali , dan pada masa itu sering ditayangkan oleh media masa .




Begitu banyaknya peran keris dalam sejarah bangsa ini , Tulisan ini dibuat sebenarnya hanya menghadirkan serba sedikit peran keris dalam sejarah . daqri bagian besar sejaah bangsa Indonesia Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang panjang , tenaga dan beaya yang besar . Tentunya para ahli dan pecinta keris sangat memaklumi masalah itu. Terlebih lagi masa kini , keris sudah dianggap menjadi milik dunia .


APA ITU KERIS DAN APA MAKNANYA KERIS

Apa itu Keris?
Keris adalah salah satu senjata tradisional yang menjadi khasanah budaya Indonesia. Keris adalah budaya asli Indonesia.Namun dalam masyarakat kita terkadang ada kekeliruan dan kerancuan mengenai apa yang dinamakan keris. Sebuah benda bisa digolongkan sebagai keris bila benda itu memenuhi kriteria sebagai berikut.

Pertama, keris terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni. Dalam falsafah Jawa, yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu, persatuan lingga dan yoni merupakan perlambang harapan dan kesuburan, keabadian (kelestarian) dan kekuatan.

Kedua, bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong ini adalah perlambang dari sifat orang Jawa dan suku bangsa Indonesia lainnya, bahwa seseorang apa pun pangkat dan kedudukannya, harus senantiasa tunduk dan hormat, bukan saja pada Sang Pencipta tetapi juga pada sesamanya.

Ketiga, ukuran panjang bilah keris yang lazim adalah antara 33 cm sampai 38 cm. Beberapa keris luar Jawa bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatang panjangnya ada yang mencapai 64 cm, yang terpendek adalah keris Burda dan keris buatan Nyi Sombro Pejajaran yakni hanya sekitar 16-18 cm.
Sesungguhnya keris yang amat kecil dan pendek misalnya berukuran 12 cm tidak bisa digolongkan sebagai keris melainkan jimat yang berbentuk keris-kerisan.

Keempat, keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, minimal dua, yakni besi, baja dan bahan pamor. Keris-keris tua, semisal keris Buda, tidak menggunakan Baja.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, keris yang dibuat dari kuningan, seng dan bahan logam lainnya tidak bisa digolongkan sebagai keris. Begitu juga dengan keris yang dibuat bukan dengan cara ditempa, melainkan dicor atau dibuat dari guntingan drum bekas aspal tidak bisa digolongkan sebagai keris.


Sumber : Ensiklopedi Keris,Terbitan Gramedia, Bambang Harsrinuksmo

DAPUR KERIS LURUS PART ,2

Dapur Keris Lurus (Bag. II)
Mesem
Mesem adalah salah satu bentuk dapur keris lurus yang ukuran panjang bilahnya sedang. Keris ini memakai kembang kacang pogol, lambe gajah-nya hanya satu. Selain itu tidak ada ricikan lainnya.
Semar Tinandu
Ukuran panjang bilahnya tergolong pendek, tidak lebar dan permukaannya rata.Keris ini memakai dua kembang kacang, masing-masing di sisi depan dan belakang. Keris ini juga memakai sogokan rangkap, ukurannya normal. Pejetannya juga kembar, keduanya dangkal.
Ron Teki
Ukuran panjang bilahnya sedang. Permukaan bilahnya rata, tanpa ada-ada. Keris ini memakai kembang kacang (kecil-tidak sempurna),lambe gajahnya ada dua dan  gandik normal. Keris  dengan dapur ini juga memakai pejetan dan sogokan-nya hanya satu, yakni depan saja.  Keris ber-dapur Ron Teki menurut para ahli tanjeg akan cocok bila dimiliki oleh petani,peternak, petambak dan pedagang hasil bumi atau orang yang berkecimpung dalam bidang agama.
Dungkul
Bentuknya agak berbeda dengan keris lainnya. Bilah keris dapur Dungkul kebanyakan tebal dan permukaannya nggigir lembu.
Keris ini mempunyai  gandik polos kembar, muka dan belakang, dua pejetan dan dua sogokan pendek yang relatif simetris. Yang menjadi ciri paling mencolok dari dapur Dungkul adalah ganja-nya yang simetris, yang disebut ganja dungkul. Dungkul tergolong dapur langka dan dari segi esoteri dianggap cocok dimiliki pleh peternak dan petani.

Kelap Lintah
Merupakan salah satu bentuk dapur keris lurus. Ukuran panjang bilahnya sedang, hampir simetris, agak beda dengan bentuk keris pada umum-nya. Mengenai bentuk keris ber-dapur Kelap Lintah ada dua pendapat.
Berdasarkan serat Centini, bentuk keis dapur Kelap Lintah adalah yang gandik-nya agak panjang, sekitar satu setengah kali gandik yang normal; memakai sogokan dan greneng sederhana. Ganjanya berbentuk kelap lintah.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa Kelap Lintah memiliki gandik miring, tetapi panjangnya normal saja. Keris itu hanya memakai blumbangan dan tikel alis, tanpa sogokan, tanpa greneng dan ganjanya Kelap Lintah.
Sujen Ampel
Ukuran panjang bilahnya sedang, relatif tebal dan gilig. Keris berapur Sujen Ampel memakai kembang kacang, kadang-kadang memakai jenggot, lambe gajah satu, ri pandan (kadang-kadang greneng sungsun). Ricikan lain tidak ada. Biasanya keris dapur Sujen Ampel hanya berpamor di bagian sor-soran.
Lar Ngatap
Disebut juga Lar Ngantap. Ukuran bilahnya sedikit lebih panjang dibandingkan dapur keris lainnya. Kontur bilahnya njanur, sedangkan permukaan bilahnya rata, tidak memakai ada-ada.
Gandiknya polos, ukurannya normal, memakai pejetan, tikel alis dan ri pandan (ada juga yang tidak). Sogokan-nya rangkap , terus memanjang sampai hampir ke ujung bilah.
Mayat Miring
Posisi bilah keris ini pada ganjanya agak membungkuk. Gandiknya  polos, memakai pejetan , sogokan satu di belakang, memakai gusen, bila posisi bilahnya tidak terlalu membungkuk biasanya disebut dapur Mayat. Dapur  keris Mayat Miring tidak begitu terkenal karena keris semacam itu hanya dibuat pada zaman dulu. Keris yang tergolong muda jarang yang ber-dapur Mayat Miring.
Kanda Basuki
Merupakan salah satu bentuk ber-dapur keris lurus yang cukup popular. Ukuran panjang bilahnya sedang, permukaannya kebanyakan rata, tapi ada satu dua yang nglimpa.
eris ini memakai kembang kacang, lambe Gajah-nya hanya satu, tetapi memakai jalur jalu memet. Selain itu, keris ber-dapur Kanda Basuki juga memakai sraweyan dan greneng lengkap.
Kala Munyeng
Ukuran bilahnya normal, memakai gandik polos, tikel alis dan tingil di baigian belakang. Ciri khas Kala Munyeng adalah adanya satu sogokan depan yang panjang sehingga hampir ke pucuk keris.
Pinarak
Bentuknya khas. Ukuran panjang bilahnya sedang, dengan posisi agak membungkuk,  gandik-nya panjang di belakang. Bagian depannya justru tajam,seperti bilah pedang suduk. Keris dapur pinarak ini memakai sogokan rangkap. Sogokan-nya panjang dan ricikan lain tidak ada.
Tilam Sari
Salah satu bentuk dari dapur keris lurus yang cukup banyak dijumpai di Pulau Jawa. Bentuk keris ini sangat serupa dengan keris dapur Tilam Upih. Ricikan-nya adalah : gandik polos berukuran normal, tikel alis,pejetan dan tingil. Sedangkan keris dapur Tilam Upih tidak memakai tingil.
Bilah keris dapur Tilam Sari pada umumnya tipis, permukaannya rata, karena keris itu memakai ada-ada maupun gusen.Sebagian pecinta keris beranggapan bahwa keris dapur Tilam Sari baik untuk pria yang telah berkeluarga karena angsar-nya membawa keteduhan dan ketenteraman keluarga.
Wora-Wari
Merupakan sebutan umum bagi semua keris lurus yang memakai gusen dan lis-lisan tetapi di kalangan penggemar keris, Wora-wari sering dikaitkan dengan dapur Sinom, sehingga menjadi Sinom Wora-Wari.
Selain gusen, ricikan keris ini adalah kembang kacang, jenggot sungsun, lambe gajah dua, greneng dan ron da nunut. Karena ada-adanya cukup jelas, sehingga permukaan bilahnya nggigir sapi, keris dapur Wora-Wari pada umumnya berbilah agak tebal.
Marak
Bilahnya berukuran sedang, gandiknya polos. Keris ini memakai sogokan satu di depan dan memakai greneng lengkap. Selain itu tidak ada ricikan lainnya.Kata ‘marak’ berarti hadir menghadap (raja). Ada yang menyebut dapur ini dengan sebutan Dapur Merak.
Urubing Dilah
Disebut juga Urubing Damar atau Damar Murub, merupakan salah satu dapur keris luk satu, namun ada yang menggolongkan sebagai keris lurus.
Gandiknya polos, memakai pejetan, tikel alis dan greneng. Bilah keris berdapur Urubing Dilah ini berukuran sedang, lurus tapi dipucuk bilah ada luk satu yang menyerupai nyala api. Keris ini mudah dikenal, terutama dengan adanya sebuah luk di ujungnya tersebut. Keris ini tergolong langka.
Kalola
Merupakan salah satu dapur keris lurus yang tergolong langka. Keris ini oleh sebagian orang juga disebut Jaka Lola. Dapur Kalola mempunyai gandik polos ukuran normal, sogokan hanya satu yakni di depan yang ukurannya normal, serta greneng. Bilahnya memakai ada-ada. Permukaan bilahnya nggigir lembu.
Sepang
Ukuran panjang bilahnya sedang, tetapi bilah keris ini relatif tipis karena tanpa ada-ada. Keris dapur sepang memakai kembang kacang, tanpa pejetan dan tanpa ricikan lainnya.
Kadang-kadang, keris berdapur Sepang ini juga ada yang bilahnya simetris, tanpa ricikan, tanpa gandik,kadang-kadang ada tingil kembar di kiri kanan bangkotnya.
Bentuk dapur keris Sepang yang ketiga adalah bilahnya lurus, tipis, tanpa ada-ada. Keri situ tanpa gandik, bentuk sor-sorannya hampir simetris, ganjanya wilut dan memakai ri pandan. Pada sor-soran kadang-kadang diberi kinatah sepasang kijang dan sepasang paksi dewata (burung dewa).
Sebagian pecinta keris beranggapan bahwa keris dapur Sepang mempunyai tuah yang baik untuk membantu membina kerukunan suami istri. Bahkan ada pula yang beranggapan bahwa keris berdapur Sepang dapat membantu pasangan suami istri agar cepat memperoleh keturunan.
Cunderik
Disebut juga Cunderik adalah sebutan yang umum digunakan oleh sebagian orang di Pulau Jawa untuk menyebut nama dapur keris berukuran kecil. Sebutan ini sebenarnya kurang tepat, karena sebutan yang benar untuk keris kecil yang biasa digunakan oleh wanita adalah patrem.
Bentuk keris berdapur Cundrik pun masih simpang siur. Namun yang terbanyak menyebutkan bahwa dapur Cundrik merupakan keris lurus, ukurannya bervariasi antara sedang sampai kecil. Yang berukuran sedang panjangnya sekitar 36 cm, sedangkan yang kecil sampai sekitar 22 cm. Biasanya bilahnya agak tebal dan posisinya agak membungkuk.
Gandik keris itu polos, terletak di belakang. Ukuran gandik itu panjang, sampai kira-kira setengah panjang bilah. Di sepanjang tepi gandik terdapat kruwingan.
Sepintas lalu bentuk dapur Cundrik agak mirip dengan keris berdapur Cengkrong. Bedanya, pada dapur Cengkrong terdapat sraweyan. Sumber lain menyebutkan bahwa dapur Cundrik adalah keris yang gandiknya terletak di belakang, memakai sogokan dan greneng.
Cengkrong
Panjang bilahnya pada umumnya sedikit lebih pendek daripada keris dapur  lain. Posisi bilah biasanya lebih membungkuk daripada bilah keris pada umumnya.
Berbeda dengan keris pada umumnya, gandik nya panjang, kadang-kadang sampai lebih dari setengah panjang bilah. Karena bentuk dan posisi gandiknya berbeda dengan keris lain, ganja Cengkrong juga memiliki bentuk yang lain pula. Kecuali bentuk yang merupakan perpanjangan antara kruwingan dan pejetan di sepanjang sisi gandik, tidak ada lagi ricikan lainnya.
Dalam perkembangannya, selain yang lurus ada juga keris berdapur Cengkrong yang mempunyai luk tiga, lima sampai tujuh, namun namanya tidak berubah, tetap saja Cengkrong. Kadang-kadang orang member nama baru pada keris berdapur Cengkrong yang memakai luk. Misalnya, Cengkrong luk tiga dinamakan Cengkrong Jangkung, sedangkan yang luk lima disebut Pandawa Cengkring, selain memakai luk ada juga Cengkring yang diberi tambahan ricikan lain, misalnya memakai kembang kacang dan jenggot sungsun.
Naga Pasa
Merupakan salah satu bentuk dapur keris luk tiga belas yang ukuran panjang bilahnya sedang. Ricikannya hampir sama dengan Naga Seluman luk tujuh dan lima yakni sraweyan dan ri pandan, bukan greneng. Selain itu kebanyakan Naga Seluman luk tiga belas memakai ganja kelap lintah.
Kala Dete
Disebut juga Kala Deteng atau Kala Dite. Merupakan salah satu bentuk dapur keris berbilah lurus yang sederhana ricikan-nya. Memakai kembang kacang, lambe gajahnya satu dan greneng. Ukuran panjang bilahnya sedang. Keris dapur Kala Dete biasanya berbilah nglimpa dan tergolong keris langka.
Pandan Sarawa
Ada pula yang menyebutnya Pandan Sarwa. Bentuk bilahnya di bagian sor-soran hampir sama dengan bentuk keris dapur Brojol tetapi di tengah bilahnya ada ada-ada, di sisi depan dan belakang bilah masing-masing ada dua tonjolan duri seperti lambe gajah terbalik.
Naga Kikik
Disebut juga Gana Kikik, Singa Kikik atau Kikik. Panjang bilahnya sedang.Keris ini memakai gusen, ada-ada nya tebal sehingga permukaan bilah itu nggigir sapi. Gandik keris ini diukir dengan bentuk serigala atau anjing hutan sedang melolong, kaki depannya tegak sedangkan kaki belakangnya di tekuk.
Ricikan lainnya adalah tikel alis, sraweyan, greneng dan ri pandan.Keris dapur Naga Kikik ini tergolong popular dan banyak penggemarnya.
Walaupun pada dasarnya Naga Kikik merupakan keris lurus, dalam kenyataannya terdapat juga keris dapur Naga Kikik luk tiga, lima dan tujuh.

Maraseba
Ukuran bilahnya sedang. Gandik-nya polos, memaki pejetan, greneng dan tikel alis. Keris ini memakai sogokan rangkap, ukuran normal, tetapi bagian janurnya tebal sehingga jarak antara sogokan depan dan belakang terpisah agak jauh

DAPU KERIS LURUS PART, 1

Dapur Keris Lurus (Bag. I)
Betok
Bentuknya sangat sederhana. Bilah keris berdapur Betok lebih lebar bila dibandingkan dengan bilah keris pada umumnya. Ukuran panjang bilahnya, juga tidak sepanjang bilah keris dapur lain, hanya kira-kira separo atau tiga perempat panjang keris yang normal.Gandik-nya polos, berukuran agak panjang. Pejetan-nya luas dan dangkal. Selain itu tidak ada ricikan lainnya.
Keris ber-dapur Betok, biasanya merupakan keris tua. Bahkan ada keris dapur Betok yang berasal dari zaman Kubudan. Sebagian pecinta keris mengatakan bahwa keris ini baik dimiliki oleh mereka yang memiliki sifat agresif dan sering nekad, karena dianggap dapat meredam sifat yang kurang baik itu.
Keris dapur Betok juga ada yang tergolong keris Buda, selain Jalak Buda. Oleh para pecinta keris, Betok Buda juga sering digunakan sebagai keris tindih.
Keris Betok adalah penamaan umum bagi keris yang bilahnya pendek dan lebar. Oleh karena itu mereka membagi keris Betok menjadi beberapa macam, diantaranya Betok Jalak dan Betok Brojol.
Brojol
Ada dua versi bentuk dapur Brojol. Pertama, panjang bilahnya hanya sekitar 15-19 cm, bilahnya tipis, rata dan biasanya merupakan keris kuno. Pejetan yang ada di bagian pangkal bilah hanya samar-samar saja. Gandiknya polos dan tipis.
Kadang-kadang memakai ganja iras. Kadang-kadang pula pada bilahnya ada lekukan-lekukan dangkal, seolah lekukan itu bekas pijitan jari tangan.
Keris Brojol sering disalahkaprahkan dengan sebutan keris dapur Sombro. Padahal Sombro adalah nama empu wanita dari zaman Pajajaran. Kebetulan keris dapur Brojol ini memang sama bentuknya dengan keris-keris buatan Nyi Sombro.
Jenis yang kedua, ukuran panjang bilahnya sama dengan keris biasa, sekitar 30 sampai 35 cm. Gandik-nya polos, pakai pejetan. Keris ini tanpa tanpa tikel alis dan tanpa ricikan lainnya.
Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris dapur Brojol ada yang memiliki tuah dapat memperlancar persalinan.
Tilam Upih
Ukuran bilahnya tipis karena keris itu tidak memakai ada-ada maupun gusen. Gandik-nya polos, memakai tikel alis dan pejetan, tanpa ricikan lain. Dapur keris ini paling banyak dijumpai pada keris-keris buatan Pulau Jawa. Di daerah lain ada yang menyebutnya Tilam Petak atau Tilam Putih.
Di Keraton Yogyakarta paling sedikit ada tiga keris pusaka yang ber-dapur Tilam Upih, yaitu Kyai Kanjeng Pulanggeni, Kanjeng Kyai Sirap dan Kanjeng Kyai Sri Sadono.
Panji Anom
Panji Anom  disebut juga Panji Nom atau  Pani Anem. Bilah keris itu mempunyai ukuran panjang yang sedang, bentuknya terkesan agak membungkuk. Permukaan bilahnya nggigir sapi.
Keris berdapur Panji Anom begandik polos, memakai ada-ada, gusen, tikel alis dan sogokan rangkap. Selain itu juga memakai sraweyan dan greneng.
Jaga Upa
Orang terkadang salah menyebut dengan Jaka Upa . Ukuran bilahnya normal, seperti Tilam Upih, tidak memakai ada-ada. Permukaan bilahnya rata. Gandik-nya polos, sogokan-nya dua tapi sangat pendek, tanpa greneng atau ri pandan.
Sogokan sangat pendek ini sering disebut sogokan ngujung gunung. Keris dengan dapur seperti ini langka dan biasanya adalah keris tangguh tua.
Semar Betak
Disebut juga Semar Getak atau Semar Petak. Bilahnya pendek, lebar, tipis dan rata. Bagian sor-soran-nya agak tebal, gandik-nya diukir dengan bentuk kepala gajah dan di bawah kepala gajah ada lubangnya. Dapur keris Semar Betak tergolong langka dan biasanya berpamor sederhana.
Sumber lain menyebutkan bahwa keris dapur Semar Betak berbilah lurus, pendek, lebar dan rata. Gandik-nya tebal, polos dan agak panjang. Di atas gandik ada kembang kacang kecil dengan posisi terbalik, tanpa jalen. Pada gandiknya biasanya diberi hiasan sinarasah (yang tangguh tua tidak di-sinarasah).
Meskipun keris dapur Semar Betak bukan jenis dapur yang tergolong tua, karena ada kata ‘Semar’ pada namanya, banyak orang yang menghargainya secara khusus. Bahkan ada juga yang menganggapnya sebagai keris tindih.
Regol
Merupakan salah satu bentuk dapur keris lurus. Ukuran panjang bilahnya sedang. Biasanya, permukaan bilahnya nglimpa dan agak tebal, karena keris ini tidak memakai ada-ada. Tanda keris dapur Regol yang paling khas adalah gandik-nya ada dua, di depan dan di belakang. Bentuk gajanya khas.
Biasanya, kedudukan bilah keris dapur Regol  tidak begitu condong, melainkan tegak. Keris ini terbilang langka, jarang ditemui bahkan juga pada keris-keris tangguh tua.
Karna Tinanding
Salah satu bentuk dapur keris lurus yang cukup populer. Panjang bilahnya berukuran sedang. Bentuk keris berdapur Karna Tinanding ini ada tiga macam.
Pertama bilah keris itu simetris, memakai sogokan rangkap, sraweyan dan walidang serta greneng di depan dan belakang.
Tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa keris ber-dapur karna Tinanding tidak memakai greneng melainkan kembang kacang dan satu lambe gajah di gandik depan dan belakang; di tengah sor-soran ada sogokan rangkap. Bilahnya memakai ada-ada dan gusen. Keris dapur Karna Tinanding sering pula disebut dengan nama dapur Karna Tanding.
Ciri Karna Tinanding yang ketiga adalah Bilah simetris dan memakai ada-ada. Kembang kacang , tikel alis dan lambe gajah dua, di depan dan belakang,pejetan dua tanpa sogokan.
Dalam masyarakat perkerisan, ketiga versi ini semuanya diakui sebagai keris dapur Karna Tanding.
Kebo Teki
Disebut juga Mahesa Teki. Panjang keris berdapur Kebo Teki ini normal. Bilahnya pipih, agak lebar dibandingkan dengan keris lainnya. Ricikan yang terdapat pada keris ini adalah : gandik-nya panjang sekitar 2 sampai 2,5 kali panjang gandik normal dan memakai tikel alis dan Pejetannya dangkal .
Pasa zaman dulu, keris berdapur Mahesa Teki banyak dimiliki oleh para petani dan pedagang hasil bumi, karena mereka percaya bahwa Mahesa Teki membawa keberuntungan bagi petani dan pedagang hasil bumi.
Angsar keris dapur Mahesa Teki dapat menangkal hama tanaman dan menyuburkan tanah. Bahkan sampai sekarang kepercayaan semacam itu masih ada diantara peminat keris.
Kebo Lajer
Disebut juga Mahesa Lajer adalah salah satu dapur keris yang popular di Pulau Jawa, terutama di kalangan masyarakat di daerah pertanian.Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris berdapur Kebo Lajer mempunyai tuah yang dapat membantu penghidupan para petani. Tuah keris itu antara lain menyuburkan tanaman, sehingga panennya berhasil; menolak hama tanaman; menolak wabah penyakit ternak. Ternaknya bisa diharapkan berkembang biak dengan cepat.
Selain itu ada juga sebagian keris dapur Kebo Lajer yang konon dapat menolak wabah penyakit. Karena kepercayaan akan tuah Kebo Lajer ini. Pada zaman dulu keris ini juga dimiliki oleh para pengreh praja, semisal lurah, wedana, atau bupati, karena percaya bahwa tuan keris dapur Kebo Lajer itu dapat melindungi daerah kekuasaannya dari serangan hama tanaman dan wabah penyakit ternak.
Kebo Lajer berbilah lurus, tipis, permukaan rata tanpa ada-ada. Ukuran panjang dan lebar bilahnya sedang. Bentuk buah keris ini anggodong pohung.Gandik-nya polos,panjangnya kira-kira dua kali ukuran gandik yang normal.
Sempaner
Dapur keris ini ada yang menyebut dengan nama Sepaner, Sempana Bener atau Supana Bener. Ukuran panjang bilah keris ini sedang dan biasanya permukaannya nglimpa.
Sebagian pecinta budaya keris menganggap tuah keris dapur Sempana Bener atau Sempaner ini baik untuk orang yang masih aktif bekerja, terutama bekerja untuk raja atau kerajaan. “Sae kagem ngabdi”, kata orang Jawa.
Ricikan Sempaner adalah sebagai berikut : Kembang kacang, tikel alis, tanpa lambe gajah (tetapi ada yang memakai lambe gajah satu) dan ri pandan.
Jamang Murub
Ukuran panjang bilahnya sedang. Bentuk keris ini agak khas, karena gandik-nya yang polos lebih miring dibandingkan dengan gandik keris lain. Kemiringannya hampir 45 derajat.
Selain itu, keris ber-dapur Jambang Murub menggunakan blumbangan, sogokan rangkap tapi ukurannya pendek. Keris berdapur Jambang Murub juga memakai lis-lisan serta gusen. Ada-adanya cukuo jelas, sehingga permukaan bilahnya nggigir lembu. Jamang Murub tergolong dapur keris langka.
Patrem
Sebagian pecinta keris menganggap keris ini sebagai keris khusus wanita.Panjangnya hanya sekitar sejengkal dan biilahnya agak nglimpa. Ricikan-nya hanya sedikit; gandik-nya polos, memakai tikel alis dan sebuah tingil. Ada pula patrem yang menyerupai pedang Suduk Maru; ada yang mirip keris Dapur Brojol, tetapi secara umum berukuran kecil dan pendek, dan bisa diduga pembuatannya khusus untuk para wanita.
Sinom
Panjang bilahnya sedang. Di tengah bilah ada ada-ada dan permukaan bilahnya biasanya nggiggir sapi. Keris ini tergolong populer. Keris ini memakai kembang kacang, sogokan rangkap, lambe gajah-nya hanya satu. Memakai  pejetan, sraweyan dan ri pandan.
Condong Campur
Condong Campur adalah salah satu bentuk dapur keris. Bilahnya lurus, ukuran panjangnya sedang. Permukaan bilahnya nglimpa, tanpa ada-ada.
Keris ini memakai  ricikan sebagai berikut : ada kembang kacang,lambe gajah-nya hanya satu, sogokan-nya satu, yakni sogokan depan. Sogokan ini panjang, sampai ke ujung bilah. Bilahnya memakai gusen dan lis-lisan. Keris ber-dapur Condong Campur mudah dikenali karena sogokan-nya yang sangat panjang itu.

Kala Misani

Merupakan salah satu bentuk dapur keris lurus dengan kelengkapan ricikan sebagai berikut; kembang kacang, lambe gajah dua, tikel alis, gusen, kruwingan dan greneng. Biasanya bilahnya memakai ada-ada.
Dalam pewayangan ada juga keris Kala Misani, yakni keris milik Gatotkaca, tetapi keris itu tidak ada hubungannya dengan dunia pakerisan yang kita kenal.
Pasopati
Pasopati adalah salah satu bentuk dapur keris lurus yang cukup popular. Ukuran panjang bilahnya sedang,  agak tebal karena keris ini memakai ada-ada; permukaan bilahnya nggigir sapi. Kontur bilahnya biasanya menampilkan kesan ramping. Ricikan yang terdapat pada keris dapur Pasopati adalah memakai kembang kacang pogok, lambe gajah-nya hanya satu; sogokan-nya dua berukuran normal dan ri pandan. Kadang-kadang ada juga Pasopati  yang memakai gusen dan lis-lisan.
Dalam dunia pewayangan diceritakan bahwa salah satu senjata pusaka milik Arjuna adalah Pasopati, nama dapur keris ini pun menjadi terkenal. Sebenarnya,Pasopati yang ada di pewayangan bukan berupa keris melainkan panah dapur Wulan Tumanggal. Tidak ada kaitan antara panah Pasopati Arjuna dan keris dapur Pasopati, hanya karena ada kesamaan nama saja.
Beberapa keris pusaka milik Keraton Kasultanan Yogyakarta ber-dapur Pasopati. Diantaranya adalah Kanjeng Kyai Lindri dan Kanjeng Kyai Naga.
Mendarang
Disebut juga Mundarang,  bilahnya berukuran sedang. Keris itu memakai kembang kacang, lambe gajah-nya hanya satu, sogokan-nya rangkap, sraweyan dan greneng lengkap. Mundarang tergolong dapur keris yang agak langka.
Yuyu Rumpung
Dalam kepustakaan lama, tercatat ada dua versi mengenai bentuk keris dapur Yuyu Rumpung ini.
Pertama bilahnya berukuran sedang, gandiknya panjang dan di atas gandik ada kembang kacang berukuran kecil.  Bentuk keris seperti ini,menurut sebagian pecinta keris dinamakan dapur Mahesa Teki atau Kebo Teki.

Ragam yang kedua cirri-cirinya, gandiknya berada di belakang, panjang, bilah agak membungkuk, ganjanya kelap lintah.
Menurut sebagian pecintanya, keris ber dapur Yuyu Rumpung ini biasanya dimiliki oleh para petani, karena mereka beranggapan bahwa keris itu mempunyai tuah yang dapat membantu menangkal serangan hama dan menyuburkan tanaman.