Social Icons

Blog Keris Pusaka;silakan call/sms ke nomor;087855335960 @ 081235415435

Pages

Rabu, 28 November 2012

ETIKA DALAM PERKERISAN /MELIHAT PUSAKA

Etika Dalam Pakerisan-Melihat Bilah Keris
Sebagaimana halnya dengan cabang budaya lainnya, dunia perkerisan juga mempunyai beberapa kebiasaan, aturan, norma, tata kesopanan dan etika yang berkaitan dengan adat istiadat setempat. Etika antara daerah yang satu dengan daerah lainnya tentu saja berbeda, menyeseuaikan dengan adat setempat, namun pada dasarnya etika tersebut tetap berpegang pada niat dan usaha untuk tidak berbuat sesuatu yang mungkin akan menimbulkan salah pengertian pada orang lain dan menghindarkan terjadinya ketidaksenangan.

Berikut adalah beberapa contoh etika pergaulan antarsesama pecinta tosan aji dan keris yang berlaku terutama di Pulau Jawa dan Madura seperti yang dijabarkan dalam Ensiklopedi Keris karangan Bambang Hasrinuksmo.

Melihat Bilah Keris

Saat melihat bilah keris yang bukan miliknya ada aturan tertentu agar tidak terjadi kesalah pahaman dan menyinggung perasaan penggemar keris yang lain.

Pertama, minta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya. Jika Anda mengambil keris dan mengeluarkan bilah keris itu dari warangkanya, kemudian mengamati bilah  tanpa meminta izin kepada pemiliknya, besar kemungkinan akan menyinggung perasaan Sang Pemilik. Seolah-olah Anda mengabaikan si pemilik keris yang ada disitu.

Jika sudah mendapat izin dari sang pemilik, untuk membuka atau mengeluarkan bilah keris dari warangkanya juga ada beberapa aturan yang harus diperhatikan. Jika Anda mengeluarkan bilah keris itu dengan tujuan meihat dan mengagumi keindahannya, itu disebut nglolos pusaka. Jangan menggunakan istilah ngunus pusaka. Ngunus pusaka biasanya diartikan sebagai mengeluarkan bilah keris dari warangkanya dengan tujuan untuk ditusukkan.

Menurut norma dan etika yang berlaku di Yogyakarta dan Surakarta, cara yang benar untuk mengeluarkan bilah keris adalah sebagai berikut :

Peganglah bagian pangkal gandar dengan tangan kiri, posisi tangan menghadap ke atas. Ujung gandar mengarah serong ke kiri atas. Gunakan tangan kanan untuk memegang ukuran keris. Posisi tangan kanan yang memegang ukiran keris menghadap ke bawah. Tekankan jempol kanan pada tampingan ke warangka, sambil pelan-pelan menggerakkan tangan kiri ke atas sehingga warangka itu bergerak naik. Bersamaan dengan tangan kiri itu, bilah keris perlahan-lahan akan terlepas dari warangkanya.

Yang perlu diperhatikan, melepaskan bilah keris dari warangkanya adalah dengan menggerakkan warangkanya, sedangkan bilahnya tetap dalam keadaan diam. Tangan kanan yang menggenggam ukuran (hulu keris) tidak digerakkan, tidak ditarik sama sekali.

Jika bilah kerisnya Anda tarik keluar dari warangkanya, itu bukan nglolos pusaka tetapi telah ngunus.

Setelah keris lepas dari warangkanya, taruhlah keris itu dalam posisi yang aman, misalnya di atas meja. Selanjutnya, angkat bilah keris dengan tangan kanan Anda hingga sejajar dengan kening atau telingan kanan, sekitar satu atau dua detik. Ini adalah sebagai penghormatan kita terhadap empu si pembuat keris sekaligus menghormati pemilik keris tersebut

Sesudah gerak penghormatan selesai dilakukan, Anda dapat mengamati dan mengagumi keindahan bilah keris itu. Selama Anda mengamati , ujung bilah keris harus selalu serong ke atas. Jagalah, jangan sampai ujung bilah itu tertuju pada seseorang yang hadir di tempat itu. Agar posisi miring lebih mudah dipertahankan, kuku jari jempol kiri digunakan sebagai alas atau landasan untuk menaruh ujung bilah keris itu.

Jika Anda ingin mengamati hiasan pamornya lebih dekat, letakkan ujung bilah keris itu di atas kuku kempol tangan kiri, selanjutnya Anda tarik bilah keris itu dekat mata Anda. Ketika Anda ingin membalik bilah keris iru untuk melihat pamor pada sisi bilah sebaliknya, ujung bilah tetap di atas kuku jempol tangan kiri.

Meskipun aturan itu nampak aneh,namun sebenarnya ada alasan dan tujuan dari itu. Bilah keris memang sebaiknya tidak terpegang atau tersentuh jari secara langsung. Bukan karena soal warangan atau racun , melainkan untuk melindungi bilah keris. Jari jemari kita mungkin tanpa disadari sebenarnya basah atau lembab karena keringat. Keringat itu mengandung garam serta zat kimia lainnya yang jika sampai menempel di permukaan bilah, bilah keris itu akan mudah berkarat.

Selain itu, jangan sekali-kali meninting (menjentik dengan jari ) bilah keris itu sebelum mendapat izin dari pemiliknya.

Untuk memasukkan bilah keris kembali ke warangkanya pun ada aturannya. Memasukkan bilah keris ke dalam warangkanya disebut nganjingaken atau nyarungaken.
Orang yang melepaskan keris itu dari warangkanya, maka dia juga lah yang wajib menyarungkannya kembali.

Untuk memasukkan bilah keris kembali ke warangkanya, caranya adalah sebagai berikut :

Pertama, peganglah warangka keris dengan tangan kiri pada bagian pangkal gandar, dengan jari-jari menghadap ke atas. Tempatkan warangka itu di depan perut, kira-kira sejarak 5 sampai 10 cm dari perut. Ujung gandarnya harus lebih tinggi daripada badan warangka dengan kemiringan sekitar 15-30 derajat.

Tangan kanan, dengan hati-hati, memasukkan ujung bilah keris ke dalam leng-lengan sampai masuk sedalam lebih kurang 2 cm. Sesudah itu, tangan kanan yang memegang hulu keris harus diam. Tangan kirilah yang bergerak, sehingga warangka keris itu bergerak menyarungi bilah kerisnya.

Sambil menggerakkan warangkanya untuk menyarungi bilah keris, ubahlah posisi gandar warangka itu pelan-pelan sehingga ujung warangka serong ke atas, sekitar 15 derajat. Ingat, bilah keris yang dipegang dengan tangan kanan harus tetap diam.

TUAH DAN PERLAMBANG PAMOR

Tuah dan Perlambang Pamor
Di kalangan penggemar keris timbul istilah “membaca pamor” untuk mengetahui sebuah keris atau tombak itu baik atau tidak tuahnya. Mereka menganggap, bahwa tuah keris dapat dibaca dari pamornya.

Anggapan ini memang tidak bisa disalahkan. Soalnya, seandainya pamor itu termasuk jenis pamor tiban, gambaran yang muncul dianggap sebagai pratanda dari Tuhan mengenai isi dari tuah keris itu. Jadi, motif atau pola yang tergambar pada pamor itu dianggap sebagai petunjuk untuk memperkirakan tuah apa yang terkandung di dalamnya.

Jika pamor itu tergolong pamor rekan, pamor itu direka oleh sang empu sedemikian rupa sehingga bentuk gambarannya sesuai niat si empu, yang dirupakan dalam doa atau mantera yang diucapkannya. Misalnya, jika sang empu menginginkan keris buatannya mempermudah si pemilik untuk mencari rezeki, ia kan membuat pamor Udan Mas, Pancuran Mas, Tumpuk dan Mrutu Sewu.

Jika si empu ingin agar keris buatannya bisa menambah kewibawaan pemiliknya, empu akan membuat keris dengan pamor Naga Rangsang, Ri Wader, Raja Abala Raja, dan yang sejenis dengan itu.

Gambaran motif pamor adalah perlambang harapan sang empu, sekaligus juga harapan si pemilik keris, kira-kira sama halnya dengan gambaran rajah penolak bala.
Dalam budaya Jawa, mungkin juga dibilang budaya Indonesia, bentuk-bentuk tertentu membawa perlambang maksud dan harapan tertentu pula.

Bentuk bulatan, lingkaran, garis lengkung atau gambaran yang memberikan kesan lumer, kental, tidak kaku, melambangkan kadonyan atau kemakmuran duniawi, kekayaan rejeki, keberuntungan, pangkat dan yang semacam dengan itu.

Bentuk gambaran garis menyudut, segi, patahan, seperti segi tiga, segi empat dan yang serupa dengan itu dianggap sebagai lambang harapan akan ketahanan atau daya tangkal terhadap godaan, gangguan,serangan, baik secara fisik maupun non fisik. Jika gambaran itu dirupakan dalam bentuk pamor, itu melambangkan harapan akan kesaktian dan kadigdayaan.

Bentuk garis lurus yang membujur atau melintang, atau diagonal, dipercaya sebagai lambang harapan segala sesuatu yang tidak diharapakan. Pamor serupa itu dianggap dapat diharapkan kegunaannya untuk menolak bala,menangkal guna-guna dan gangguan makhluk halus, menghindarkan bahaya angin ribut dan badai, terhindar dari gangguan binatang buas dan binatang berbisa. Misalnya pamor Adeg.

RICIKAN KERIS

Ricikan Keris
Ricikan adalah bagian-bagian atau komponen keris, tombak atau pedang yang masing-masing mempunyai nama. Lengkap atau tidaknya ricikan keris, ikut menentukan nama dapur sebilah keris atau tombak.

Secara garis besar, sebilah keris dapat dibagi atas tiga bagian, yakni bagian wilahan atau bilah, bagian ganja dan bagian pesi. Bagian wilahan dibagi menjadi tiga, yaitu bagian pucukan atau yang paling atas, awak-awak atau tengah dan sor-soran atau pangkal. Pada bagian sor-soran inilah paling banyak terdapat ricikannya.

Nama-nama ricikan keris adalah sebagai berikut :

  • Pesi : bagian ujung bawah dari sebilah keris, yang merupakan tangkai keris. Bagian ini lah yang masuk ke dalam hulu (pegangan atau deder atau ukiran). Di daerah lain, pesi memiliki istilah atau sebutan lain yaitu paksi (Jawa Timur), Putting atau Putiang (Riau), Punting (Serawak, Sabah,Brunei dan Malaysia, oting atau onting (Sulawesi Selatan dan Tenggara)
  • Ganja : Bagian bawah dari sebilah keris, seolah-olah merupakanalas atau dasar dari bilah keris itu. Pada tengah Ganja, ada lubang untuk memasukkan bagian pesi.
  • Bungkul  atau bonggol atau genukan : Tonjolan di bagian paling bawah dari pangkal keris, tepat di tengah bilah. Bentuknya serupa dengan irisan bawang. Bungkul bersinggungan langsung dengan bagian waduk atau weteng dari ganja.
  • Blumbangan atau Pejetan : bagian keris yang berupa cekungan atau lekukan yang terdapat di bagoan sor-soran. Letaknya di pangkal bilah keris yaitu diantara gandik dan bungkul.
  • Sraweyan atau srewehan : merupakan permukaan melandai cekung, di belakang bagian sogokan belakang sampai dekat greneng. Akhir ujug tas sraweyan tidak jelas, secara perlahan rata dengan permukaan bilah.
  • Gandik : Bagian ‘raut muka’ dari sebilah keris. Letaknya tepat di atas sirah cecek. Bagian gandik hampir selalu ada di bagian depan keris.
  • Jalu memet : Bentuknya menyerupai tonjolan runcing, kecil pada bagian paling bawah dari gandik, berdekatan dengan ganja keris. Di atas bagian jalu memet ini hampir selalu ada lambe gajah.
  • Lambe gajah atau lambe liman : Biasanya terdapat di bagian atas jalu memet. Lambe gajah ada biasanya ada dua atau hanya satu.
  • Kembang Kacang atau tlale gajah : Disebut juga sekar kacang yaitu bagian yang betuknya mirip dengan kembang kacang atau belalai gajah. Kembang kacang atau tetale gajah selalu menempel pada bagian atas dari bagian gandik, pada bagian sor-soran.
  • Jenggot atau Janggut : bentuknya berupatonjolan runcing yang terletak di ‘dahi’ kembang kacang. Bentuk tonjolannya mirip dengan bentuk ronda dan  ri pandan.
  • Tikel alis atau wideng : Bagian keris yang berupa alur dangkal, melengkung seperti alis. Alur dangkal ini dimulai dari atas gandik membelok ke atas ,sepanjang lebih kurang 35 cm. Tidak semua keris memakai tikel alis. Karenanya tikel alis terkadang menjadi tangan untuk membedakan dapur keris.
  • Jalen : bagian keris yang berbentuk tonjolan runcing, seperti duri, hanya satu buah,letaknya persis di ‘ketiak’ kembang kacang. Berdasarkan bentuknya jalen terbagi menjadi dua macam, yaitu miji puh yang berisi atau montok, dan yang aking, yaitu yang kurus.
  • Sogokan depan : Bagian keris yang terdapat pada sor-soran. Sogokan depan ada yang merupakan bagian dari sogokan rangkap dan ada pula yang berdiri sendiri. Yang merupakan bagian dari sogokan rangkap selalu didampingi oleh sogokan belakang, sedangkan yang berdiri sendiri merupakan sogokan yang ikut menentukan nama dapur sebuah keris.
  • Lis-lisan atau elis : Merupakan garis batas sepanjang tepi bilah keris, sejak dari atas kembang kacang, ke ujung bilah, terus ke bawah lagi sampai ke dekat greneng.
  • Gusen : daerah sempit sepanjang tepi bilah keris atau tombak. Daerah sepit ini dibatasi oleh tepi bilah yang tajam dengan garis lis-lisan atau tepen. Dengan demikian, keris yang tidak memakai lis-lisan, tidak aka nada gusennya.
  • Dada : Ricikan ini hanya terdapat pada keris-keris yang memakai luk, yaitu bagian depan tepi bilah pada luk yang pertama, yaitu bagian yang melengkung cembung di atas gandik.
  • Ucu-ucu ngandap : bagian yang melengkung cembung di atas gandik. Yang berseberangan bagian ucu-ucu adalah bagian tengkel, yaitu tepi bilah bagian belakang di atas luk yang pertama. Ucu-ucu ngandap terletak di bagian sor-soran keris luk.
  • Gandu : Bagian tepi bilah bagian belakang pada luk yang pertama.
  • Tengkel : tepi bilah bagian belakang di atas luk yang pertama.
  • Kruwingan atau Plunturan : bagian yang cekung pada permukaan bilah keris. Kruwingan biasanya ada dua alur, yaitu terletak antara sisi bilah sebelah depan dan ada-ada, serta anatara ada-ada dan sisi bilah sebelah belakang.
  • Ada-ada atau sada :terletak tepat di tengah bilah. Tidak semua keris dan tombak memiliki ada-ada. Bentuk permukaan keris yang memakai ada-ada ada tiga macam, yaitu nggigir sapi, ngadal meteng dan ngruwing. Sedangka n bentuk permukaan keris yang tidak memiliki ada-ada dibagi menjadi dua macam, yakni bilahnya nglimpa dan yang rata.
  • Tampingan : ‘lereng’ di kiri dan kana nada-ada. Artinya, keris yang tidak memiliki ada-ada, tidak mungkin memiliki tampingan.
  • Janur  : bentuk lingir di antara dua sogokan
  • Puyuhan : terletak di bagian sor-soran bilah keris, di tempat pertemuan ujung sogokan depan dengan sogokan belakang.
  • Bebel : Bagian agak cekung tepat di atas puyuhan.
  • Sogokan belakang : merupakan bagian keis yang terdapat pada sor-soran, berupa alur tegak di samping sogokan depan. Antara sogokan depan dan belakang  terdapat bagian yang disebut janur.
  • Tumperan : lereng bungkul atau genukan yang terletak di sor-soran keris. Tumperan ada dua macam, yaitu yang amba atau luas dan yang ciut atau sempit.
  • Ucu-ucu Nginggil : Bagian yang melengkung cembung pada luk yang paling akhir di daerah pucukan.
  • Penatas atau penitis : bagian paling ujung dari pucuk bilah keris atau tombak. Penucuk bisa merupakan duri runcing, yakni pada keris yang pucuknya ambutut tuma, bisa merupakan setengah lingkaran pada pucukan anggabah kopong, bis ajuga mirip ujung paku yakni pada pucukan keris atau tombak yang nyujen atau ngudup gambir.
  • Wadidang atau wedidang : bagian tepi bilah keris yang terletak di bagian bawah sebelah belakang. Bentuk wadidang selalu melengkung curam, streamline, seolah merupakan bagian pantat dari bilah keris itu.
  • Ron da nunut : Bagian dari greneng yang terletak di atas Ron Da.
  • Tungkakan : artinya tumit kaki, terletak di ujung atas bagian belakang sebuah ganja keris. Bentuknya merupakan lengkungan hampir setengah lingkaran. Biasanya, hanya keris-keris  nem-neman saja yang memakai ricikan ini. Tungkakan dibuat untuk member tempat yang lebih luas bagi si empu untuk membuat greneng.
  • Greneng : bagian keris yang merupakan bagian tepi dari punggung bilah keris sebelah pangkal. Bagian tepi bilah keris ini bentuknya menyerupai gerigi dengan sebagian ujung runcing.
  • Ri pandan atau eri pandan : bagian keis yang terletak di sor-soran sebelah belakang, dan sering kali merupakan bagian greneng. Pada greneng, ri pandan berada di antara ron dan nunut dan ronda serta di atas kanyut. Bentuknya berupa tonjolan seperti duri meruncing dengan posisi agak miring.
  • Kanyut : bagian keris yang letaknya di ujung belakang sebuah ganja keris yaitu di bagain buntut cecak yang berbentuk mbuntut urang. Bentuknya menyerupai duri pipih yang melengkung tajam.
  • Tingil : terletak persisi di bagian ekor ganja, di bagian atas, berupa tonjolan kecil, tidak runcing ujungnya, sehingga tidak sama dengan ri pandan. Tingil selalu berdiri sendiri , tidak didampingi oleh ron dad an ronda nunut, maupun ri pandan.
  • Pudak sategal : terletak sedikit di atas sor-soran, di tepi bilah. Pudak sategal yang berada di sisi depan bertengger di atas gandik dengan jarak sekitar 3,6 cm dari gandik paling atas, sedangkan yang di belakang menempel tepi bilah sekitar 6,8 cm dari ujung ganja keris. Bentuknya menyerupai dan kelopak bunga dengan ujung-ujungnya yang runcing.

sumber : javakeris
Nama-nama ricikan keris di atas belum dibakukan secara nasional. Itulah sebabnya sampai pertengahan tahun 2001, hampir semuanya masih merupakan nama-nama istilah yang berasal dari daerah Jawa. Namun, istilah ricikan tersebut sudah dipahami oleh para pecinta keris dari daerah lain di luar Pulau Jawa maupun mancanegara, terutama Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Mengenai ricikan keris, hampir setiap daerah memiliki nama dan istilahnya sendiri, walaupun pada umumnya masih mengacu pada nama-nama dan istilah ricikan dari Pulau Jawa.

Bagi orang yang ingin terjun dalam dunia pakerisan, baik sebagai pengagum, pemerhati apalagi kalau hendak menjadi kolektor, mengetahui secara luas dan mendalam masalah ricikan keris ini sangat penting. Seseorang tidak mungkin mengatahui nama dapur dan mampu menangguh keris, bila tidak memahami soal ricikan keris.

MACAM MACAM DAPUR KERIS

Dapur Keris
Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanyadisebut pakem dapur keris.

Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, dan pejetan disebut keris dapur Tilam Upih. Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan manapun, siapapun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (zaman pembuatannya atau gaya pembuatannya), melihat gambaran pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.

Dalam dunia pakerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal 145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam.

Serat centini, salah satu sumber tertulis yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem, memuat rincian jumlah dapur keris sebagai berikut :

Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk lima ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk Sembilan ada 13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tiga belas ada 11 macam. Keris luk lima belas ada 3 macam. Keris luk tujuh belas ada 2 macam. Keris luk Sembilan belas sampai luk dua puluh Sembilan, masing-masing ada satu macam.

Sedangkan, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tiga belas ada 11 macam, luk lima belas ada 6 macam, luk tujuh belas ada 2 macam, luk Sembilan belas sampai luk dua puluh Sembilan ada dua macam dan luk tiga puluh lima ada satu macam.

Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi. Di Pulau Jawa pada umumnya, dan Jawa Tengan, Jawa timur khususnya, serta Pulau Madura, orang mengenal ragam bentuk dapur keris sebagai berikut :

Dapur Keris Lurus

  1. Beto
  2. Brojol
  3. Tilam Upih atau Tilam Petak
  4. Jalak
  5. Panji Nom
  6. Jaka Upa atau Jaga upa
  7. Semar Betak
  8. Regol
  9. Karna Tinanding
  10. Kebo Teki
  11. Kebo Lajer
  12. Jalak Nguwuh atau Jalak Ruwuh
  13. Sempaner atau Sempana Bener
  14. Jamang Murub
  15. Tumenggung
  16. Patrem
  17. Sinom Worawari
  18. Condong Campur
  19. Kalamisani
  20. Pasopati
  21. Jalan Dinding
  22. Jalak Sumelang Gandring
  23. Jalak Ngucup Madu
  24. Jalak Sangu Tumpeng
  25. Jalak Ngore
  26. Mundarang atau Mendarang
  27. Yuyurumpung
  28. Mesem
  29. Semar Tinandu
  30. Ron Teki atau Roning Teki
  31. Dungkul
  32. Kelap Lintah
  33. Sujen Ampel
  34. Lar Ngatap atau Lar Ngantap
  35. Mayat atau Mayat Miri (ng)
  36. Kanda Basuki
  37. Putut dan Putut Kembar
  38. Mangkurat
  39. Sinom
  40. Kala Muyeng atau Kala Munyeng
  41. Pinarak
  42. Tilam Sari
  43. Jalak Tilam Sari
  44. Wora-Wari
  45. Marak
  46. Dammar Murub atau Urubing Dilah
  47. Jaka Lola
  48. Sepang
  49. Cundrik
  50. Cengkrong
  51. Ngapasa atau Naga Tapa
  52. Jalak Ngoceh
  53. Kala Nadah
  54. Balebang
  55. Pedak Sategal
  56. Kala Dite
  57. Pandan Sarawa
  58. Jalak Barong atau Jalak Makara
  59. Bango Dolog Leres
  60. Singa Barong Leres
  61. Kikik
  62. Mahesa Kantong
  63. Maraseba

Dapur Keris Luk Tiga

  1. Jangkung Pacar
  2. Jangkung Mangkurat
  3. Mahesa Nempuh
  4. Mahesa Soka
  5. Segara Winotan atau Jaladri Winotan
  6. Jangkung
  7. Campur Bawur
  8. Tebu Sauyun
  9. Bango Dolog
  10. Lar Moga atau Manglar Monga
  11. Pudak Sategal Luk Tiga
  12. Sainga Barong Luk Tiga
  13. Kikik Luk Tiga
  14. Mayat
  15. Jangkung
  16. Wuwung
  17. Mahesa Nabrang
  18. Anggrek Sumelang Gandring

Dapur Keris Luk Lima

  1. Pandawa
  2. Pandawa Cinarita
  3. Pulanggeni
  4. Anoman
  5. Kebo Dengen atau Mahesa Dengen
  6. Pandawa Lare
  7. Pundak Sategal Luk Lima
  8. Urap-urap
  9. Nagasalira atau Naga Sarira
  10. Naga Siluman
  11. Bakung
  12. Rara Siduwa atau lara Siduwa atau Rara Sidupa
  13. Kikik Luk Lima
  14. Kebo Dengen
  15. Kala Nadah Luk Lima
  16. Singa Barong Luk Lima
  17. Pandawa Ulap
  18. Sinarasah
  19. Pandawa Pudak Sategal

Dapur Keris Luk Tujuh

  1. Crubuk atau Carubuk
  2. Sempana Bungkem
  3. Balebang Luk Tujuh
  4. Murna Malela
  5. Naga Keras
  6. Sempan Panjul atau Sempana Manyul
  7. Jaran Guyang
  8. Singa Barong Luk Tujuh
  9. Megantara
  10. Carita Kasapta
  11. Naga Keras
  12. Naga Kikik Luk Tujuh

Dapur Keris Luk Sembilan

  1. Sempana
  2. Kidang soka
  3. Carang Soka
  4. Kidang Mas
  5. Panji Sekar
  6. Jurudeh
  7. Paniwen
  8. Panimbal
  9. Sempana Kalentang
  10. Jaruman
  11. Sabuk Tampar
  12. Singa Barong Luk Sembilan
  13. Buta Ijo
  14. Carita Kanawa Luk Sembilan
  15. Kidang Milar
  16. Klika Benda

Dapur Keris Luk Sebelas

  1. Carita
  2. Carita Daleman
  3. Carita Keprabon
  4. Carita Bungkem
  5. Carita gandu
  6. Carita Prasaja
  7. Carita Genengan
  8. Sabuk Tali
  9. Jaka Wuru
  10. Balebang Luk Sebelas
  11. Sempana Luk Sebelas
  12. Santan
  13. Singa Barong Luk Sebelas
  14. Naga Siluman Luk Sebelas
  15. Sabuk Inten
  16. Jaka Rumeksa atau Jaga Rumeksa

Dapur Luk Tiga Belas

  1. Sengkelat
  2. Parung Sari
  3. Caluring
  4. Johan Mangan Kala
  5. Kantar
  6. Sepokal
  7. Lo Gandu atau Lung Gandu
  8. Nagasasra
  9. Singa Barong Luk Tiga Belas
  10. Carita Luk Tiga Belas
  11. Naga Siluman Luk Tiga Belas
  12. Mangkunegoro
  13. Bima Kurda Luk Tiga Belas
  14. Karawelang Luk Tiga Belas atau Kala Welang

Dapur Keris Luk Lima Belas

  1. Carang Buntala
  2. Sedet
  3. Ragawilah
  4. Raga Pasung
  5. Mahesa Nabrang atau Kebo Nabrang
  6. Carita Buntala Luk Lima Belas

Dapur Keris Luk Tujuh Belas

  1. Carita Kalentang
  2. Sepokal Luk Tujuh Belas
  3. Lancingan atau Kancingan atau Cancingan
  4. Ngamper Buta

Dapur Keris Luk Sembilan Belas

  1. Trimurda
  2. Karacan
  3. Bima Kurda Luk Sembilan Belas

Dapur Keris Luk Dua Puluh Satu

  1. Kala Tinanding
  2. Trisirah
  3. Drajid

Dapur Keris Luk Dua Puluh Lima

  1. Bima Kurda Luk Dua Puluh Lima

Dapur Keris Luk Dua Puluh Tujuh

  1. Tagawirun

Dapur Keris Dua Puluh Sembilan

  1. Kala Bendu Luk Dua Puluh Sembilan

ISTILAH SEKEP DAN PUSAKA MADURA



Sekep dan Nilai Pusaka Madura
Salah satu bentuk sekep yang paling dominan dipergunakan oleh kalangan bangsawan ialah keris pusaka. Kalangan pencinta pusaka semacam ini terfokus diwilayah Madura bagian timur, khususnya di Kabupaten Sumenep.
Bila membuka lembar sejarah pada masa kejayaan Madura, saat pertama Prabu Kertanegara dari Singosari mengutus dan melantik Raden Arya Wiraraja sebagai adipati Sumenep (Madura timur), pada tahun 1269 M. Maka charisma Madura semakin terangkat ke permukaan khusunya dimata raja-raja di Jawa. Mulai saat itu, periode kehidupan kalangan keratin mulai berkembang, sebagai sentral terbentuknya kultur yang mengarah pada kehidupan feodalisme artistokrat lahan “ilmu”. Dari situlah muncul ilmu-ilmu kedigdayaan yang antara lain tersebut dalam kekuatan pusaka.

Banyak macam pusaka yang hingga saat masih dimiliki sebagai warisan leluhur keturunan para digdaya di Sumenep. Antara lain yang cukup dikenal yakni pusaka keris “ si Tambi”, “Bulu Ayam”, “Banuaju”, “Pamor Pakung”, “Si Jarum”, “Si Punjung”, “Baramma Batu”, “ Si Banir” dan “ Se Kelap”.
“Se kelap”, menurut Maknoen seorang pecinta pusaka di Sumenep merupakan diantara deretan pusaka yang cukup dikenal masyarakat Sumenep, karena keris pusaka itu dibuat oleh seorang empu terkenal dimasa lampau, tapi mudah ditiru oleh para pengrajin keris jaman sekarang. Sedang “Si Tambi”, menurut riwayat punya daya melumpuhkan serangan, tanpa harus mengorbankan nyawa. Barang siapa memiliki “Si Tambi”, keris kraton yang bergambar kepala kuda, maka akan terjamin keselamatannya. Sebab misalnya sedang pergi jauh dan berada ditempat yang rawan kejahatan, maka para penjahat yang bermaksud berbuat jahat kepada pemegang pusaka itu, tak akan terlihat. Dan dengan “Si Tambi” pula pemiliknya lebih mampu mengontrol diri untuk tidak berbuat gegabah dan emosi.
Pada dasarnya tiap benda-benda pusaka memiliki sejarah tersendiri. Dan dari sejarah itulah, sebuah benda pusaka dapat dibedakan antara yang asli (kuno) dan tiruan. Lebih awal benda pusaka itu dibuat, maka lebih tinggi nilai kharismatik dan kesohorannya. Itulah mengapa para pewaris benda pusaka selalu mempertahankan keberadaannya, karena merupakan “sangkol” yang tak mungkin dapat dipindah tangan selain kepada sanak keturunannya kelak.
Sebagai contoh, sejarah keris pusaka “Sangkelap” diciptakan oleh Empu Supo untuk Raja Mataram. Pada suatu ketika keris pusaka hilang dari tempatnya, padahal telah dijaga ketat oleh prajurit.
Dalam buku Adat Budaya Sumenep sebagai aspek Pembangunan Nyata yang disusun Syamsul Imam, menjelaskan bahwa keris pusaka “Sangkelap” diketahui dan diincar oleh seorang pencuri sakti bernama Macan Lurik (caloreng,Madura). Konon keris yang dicuri oleh tangan saksi Macan Caloreng lalu dibawa lari ke Blambangan. Begitu Raja tahu keris pusakanya hilang, maka Empu Supo diperintahkan untuk mencari.
Alkisah, sesuai dengan petunjuk gaib yang diterima Empu Supo, keris pusaka itu dibawa lari kearah timur. Dan pencarian itu segera dilakukan melewati Tuban, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep dan akhirnya menyebrang selat Madura wilayah Besuki Kerajaan Blambangan. Dari perjalanan pencarian itulah, setiap daerah persinggahan Empu Supo menularkan ilmunya kepada masyarakat setempat, antara lain disebutkan, di Pamekasan mencipta keris “ Gerre Manjeng”, di Banuaju (Sumenep) dikenal “ Ki Gariming”, di Karangduak (kota Sumenep) “ Ki Murkali”.
Jadi tak heran, hasi binaan Empu Supo selama persinggahannya banyak menurunkan keempuannya, diantaranya selain tempat-tempat diatas, di Aeng Tongtong wilayah Kabupaten Sumenep hingga saat ini turunan murid-murid Empu Supo masih bertahan dalam kehidupannya sebagai pande keris yang merupakan pengrajin terkenal di Madura.
Jadi tak heran, hasil binaan Empu Supo sendiri, sesampai di Blambangan ia membuat pisau-pisau sebagai kebutuhan rumah tangga. Hingga akhirnya didengar oleh raja Blambangan. Singkat kisah akhirnya Raja bertitah agar dibuatkan keris serupa, setelah diketahui bahwa keris “Se Kelap” adalah ciptaannya yang saat itu sedang dicari. Proses pembuatan duplikat “Se Kelap” hanya dalam waktu singkat kemudian dihaturkan kepada Raja Blambangan, yang sebenarnya adalah Macan Caloreng pencuri keris itu yang diangkat oleh rakyat menjadi raja karena kedigdayaannya. Sedang “Se Kelap” asli oleh Empu Supo dimasukkan kedalam paha, sejajar dengan tulang paha, dan tidak meninggalkan bekas luka dan darah dipahanya. Demikian kisah singkat tentang “Se Kelap”. Kebenaran atau tidaknya, Wallahua’lam. Namun demikian sebagian orang Madura berkeyakinan bahwa setiap pusaka memiliki kelebihan yang tidak ditangkap logika.
Selain keris pusaka, masih banyak bentuk sekep-sekep lain yang juga memiliki kelebihan (kajunilan, Mdr) menurut pemiliknya. Yang kerap dikenal dalam bentuk batu-batuan,  ayat-ayat (isim) atau benda-benda lain yang lebih mudah dan praktis bila digunakan setiap saat. Meski demikian, tokoh-tokoh agama mengahawatirkan, bila suatu saat pemilik (pencinta) justru terjerumus dalam kepercayaannya pada benda.
Beberapa pencinta pusaka menyatakan, bahwa keris ataupun sekep lainnya memiliki nilai multifunsional. Yaitu disamping untuk menjaga keselamatan hidup, juga berfungsi sebagai penglaris dalam berdagang, pertanian, perindustrian, kedudukan, kepangkatan atau meningkatkan taraf hidup, social maupun status. Untuk itu dalam kancah modern ini, masih tampak dibeberapa tempat tertentu (keramat) dikunjungi para pejabat (tertentu) untuk mendapatkan wangsit atau kepada para sesepuh, dukun atau orang yang berilmu tinggi untuk minta “bekal”, baik berupa benda maupun amalan-amalan.
Keampuhan pusaka sering ditunjukkan oleh para pelaut Madura ketika terperangkap kedatangan angin puting beliung (Ola’ taon, Mdr) yang menghadang ditengah lautan. “Ola’ taon merupakan pusaran angin yang membentuk memanjang dari atas kebawah, seperti ular naga yang siap melumat benda-benda apa saja yang berada dibawahnya.
Ola’ taon, biasanya muncul pada akhir atau awal tahun, yaitu ketika menjelang musim pemghujan turun. Ola’ taon ini sangat ditakuti oleh para nelayan. Sebab apabila pusaran angin tu menukik dan menyentuh laut, maka akan terjadi pergolakan gelombang laut yang bakal memporak-porandakan perahu atau kapal yang berlayar. Meski demikian, para awak pada umumnya telah membekali diri untuk menghalau pusaran angin “Ola’ taon” itu. Yaitu apabila tampak benda gas itu menghadang disekitarnya, dengan kemampuan pusaka (biasanya berbentuk keris) lalu diarahkan pada angin raksasa itu (tentu dengan amalannya), maka putuslah tubuh “Ola’ taon” dan berpencar serta menghembus kearah daratan. Suatu keanehan, bila pusaran angin itu pecah, maka tidak akan menimbulkan bahaya, baik dilaut maupun di darat.
Jadi makna sekep, baik dalam bentuk senjata tajam atau bentuk benda lainnya mengandung arti luhur, bukan untuk mencelakakan orang lain, namun semata-mata sebagai isyarat agar lebih waspada dan hati-hati, bukan untuk bersikap sombong, egois atau gagah-gagahan sebagaimana kerap terlihat visualisasi selama ini.
Sebenarnya sekep mempunyai filsafat tersendiri, yaitu pada umumnya sekep diselipkan dipinggang dalam posisi kebawah (merunduk), yaitu bagian yang tajam berada dibawah. Hal ini mengisyaratkan agar pemilik (pemakai) nya selalu memperhatikan kebawah. Namun kenyataan yang sering terlihat, justru posisi tangkai yang berada diatas, dimanfaatkan untuk mempercepat proses pencabutan. Hal ini tentu, pihak pemakai hanya kenal wujud dan fisiknya saja, namun belum mengerti makna dan hakekat senjata disekep.
Kalangan orang Madura tradisional, mengatakan “ Tulang rusuk laki-laki barisan kiri itu kurang jumlahnya, tidak lengkap seperti barisan tulang rusuk bagian kanan, karena sepotong tulang sudah diambil dan dijelmakan menjadi perempuan. Untuk memenuhi kekurangan itu, seorang laki-laki akan utuh setelah dilengkapi sekep (celurit) mirip tulang rusuk”.

KERIS DALAM BUDAYA MASYARAKAT MADURA

Keris Dalam Budaya Masyarakat Madura


Oleh : RB. Ahmad Ramadan
Selama ini masyarakat luas mengenal pulau Madura hanya dari aspek kebudayaan yang berupa kerapan sapi dan carok. Kerapan sapi dianggap sebagai ikon masyarakat madura di bidang hiburan dan seni pertunjukan, sedangkan carok dianggap sebagai sebuah aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan kepribadian umum masyarakat Madura. Masyarakat Madura dikenal juga sebagai etnis yang religius dan menampilkan kesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianut dan diyakininya.
Sebenarnya masyarakat Madura hidup dengan aspek budaya yang unik, karena didalam kehidupan masyarakat Madura sendiri memiliki pola dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Secara administratif pemerintahan, Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Walaupun secara garis besar suku bangsa mereka sama-sama berasal dari suku bangsa Madura, namun masyarakat di masing-masing kabupaten didalam aktifitas kesehariannya memiliki corak dan khas yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara, pandangan hidup antara masyarakat Madura pesisir utara dan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan memiliki perbedaan pola dan pandangan hidup. Masyarakat Madura yang berada dibagian pesisir utara terkesan memiliki pola dan pandangan hidup yang masih tradisional, bahkan terkesan sebagai kelompok masyarakat yang terbelakang dalam bidang pendidikan yang berbeda dengan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan yang dianggap kelompok masyarakat yang sudah mulai mengalami masa transisi menuju masyarakat modern.
Selama ini masyarakat banyak yang kurang memamahi kebudayaan Madura yang esensial. Masyarakat hanya memahami kebudayaan Madura dari sisi permukaan saja, tanpa memahami konsep umum kebudayaan Madura. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya literatur yang berkaitan dengan penelitian terhadap kebudayaan Madura secara khusus dan mendalam. Selama ini, literatur yang ada hanya menggambarkan perkembangan budaya masyarakat Madura secara universal dan terkesan bersifat subjektif.
Untuk ketaatan terhadap agama, masyarakat Madura terkesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya. Ketaatan mereka terhadap agama juga diiringi dengan perhatian mereka terhadap hal-hal yang berbau magis, seperti dalam upacara perkawinan,kelahiran, kematian dan beberapa hal yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka serta perlakuan masyarakat terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan magis. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan magis dan ritus turut mewarnai dan memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura.
Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah perhatian masyarakat Madura terhadap benda pusaka yang berupa Keris ataupun jenis tosan aji yang lain. Keyakinan masyarakat terhadap nilai-nilai magis yang terkandung di dalam benda-benda pusaka tersebut menyebabkan masyarakat Madura memiliki dan menyimpan benda pusaka tersebut di rumah atau bahkan menjadikan benda-benda- tersebut sebagai sebuah “sikep”. Perburuan terhadap keberadaan benda-benda pusaka itu dilakukan masyarakat Madura hingga ke daerah luar Pulau Madura.
Keris dianggap sebagai sebuah benda yang keramat oleh masyarakat Madura memiliki karakter yang unik dan khas yang dapat menandakan corak perkembangan kehidupan masyarakat dari masa ke masa. Selain itu ciri khas dan unik yang terdapat pada keris juga dapat menjadi sistem pertanda tentang kehidupan sosial masyarakat Madura yang paternalistik.
Selain mengandung unsur-unsur religi, keris juga memiliki unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya. Unsur seni yang terdapat pada sebuah keris tidak hanya pada sisi estetika saja, namun dari sisi religius dan etika masih tetap ditampilkan. Sisi religi pada sebuah keris bisa ditampakkan melalui keyakinan masyarakat terhadap kekuatan magis yang terkandung pada sebuah keris, hingga menimbulkan tradisi.- dalam memperlakukan sebuah keris seperti tradisi mewarangi, atau memabndikan keris, tradisi “ngokop” keris pada hari-hari tertentu, dan memolesi dengan minyak yang harum. Sedangkan sisi etika dalam sebuah keris ditunjukkan melalui cara mereka dalam menyandang keris, membuka keris, dan sebagainya, bahkan dalam memilih kerispun dengan cara meminta pertimbangan pada pemimpin sosial-religi masyarakat. Kebiasaan masyarakat untuk meminta pandangan dari tokoh-tokoh sentral masyarakat masih berlangsung hingga masa kini.
Secara umum, pandangan atau konsepsi masyarakat Jawa dan Madura memiliki beberapa perbedaan yang dianggap menjadi ciri khas dari masing-masing budaya. Perbedaan konsepsi inilah yang akan menjadi titik tekan dalam proses pembuatan makalah ini. Perbedaan konsepsi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bentuk kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang memiliki perbedaan. Secara sederhana kita dapat menilai bahwa kehidupan masyarakat Jawa dan Madura memiliki perbedaan. Namun yang menjadi titik tekan dalam makalah ini adalah perbedaan konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap sebuah benda pusaka yang bernama keris.
Gambaran Umum Keris Madura
Pada perkembangan masyarakat madura, keris yang dibuat sebelum abad ke-16 sampai abad ke-17 tidak hanya memiliki fungsi sebagai peralatan perang para prajurit. Keris yang dalam bahasa Madura tingkat halus, disebut “abinan” dianggap sebagai sebuah senjata tajam yang juga memiliki kekuatan magis. Sebelum pembuatan keris dilakukan, terlebih dahulu sang empu melakukan ritual khusus yang disebut “pojja ” yaitu sebuah ritual yang berupa tapa untuk memohon kepada Tuhan dalam keadaan berkelakuan yang suci, meminta dengan berendah diri lahir-batin agar keris yang akan, dibuatnya tersebut mampu memberikan dorongan kepada orang yang memakainya agar supaya selalu berkelakuan baik, selamat dan jauh dari semua perbuatan yang kurang baik. Dalam proses sebelum pembuatan, biasanya sang empu akan membawa besi calon keris yang akan dibuatanya ke pasar atau ke temp’at yang ramai. Jika masyarakat masih dapat melihat besi yang dibawa sang empu, maka sang empu akan mengulangi tapanya sampai besi tersebut benar-benar tidak terlihat lagi oleh masyarakat umum, barulah sang empu melanjutkan ke tahap pembuatan keris.
Setelah keris selesai dibuat, sang empu melakukan tahapan akhir pembuatan keris yaitu penyempuhan dengan cara menambahkan racun didalamnya, lalu sang empu mengatakan sepatah-dua kata misalnya : Selamat, jaya, kaya dan lain sebagainya. Hal ini dipercaya bahwa keris tersebut memiliki kegunaan bagi pemakainya seperti kata-kata yang diucapkan oleh sang empu. Untuk menguji kekerasan besi keris, sang empu menguji keris yang dibuatnya dengan cara menusukkan keris tersebut kekulit kerbau putih yang sudah dikeringkan. Biasanya keris yang dibuat pada abad-abad tersebut memiliki tiga atau empat lapis pamor saja pada masing-masing bilahnya.
Keris yang dibuat pada abad tersebut, masyarakat lebih mengenalnya sebagai keris judhagati, tesnagati yang dipercaya mengandung khaslat untuk menambah keberanian (madura = tatag), untuk mengusir musuh dan sebagai sikep dalam peperangan.
Konsepsi tentang keberadaan keris masyarakat Madura mulai mengalami perubahan orientasi pada abad ke-18 dan ke-19. Puncak kejayaan pembuatan keris terjadi pada abad ini. Banyak empu-empu yang menghasilkan karyanya pada masa itu. Keris tidak hanya berkedudukan sebagai senjata. Pada abad tersebut keris digunakan sebagai benda keramat yang dianggap bisa menjadi media untuk memperoleh keselamatan melalui kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya. Selain berkedudukan sebagai media untuk memperoleh keselamatan, keris juga mengalami perkembangan pada bidang seni pamor-nya. Keris yang dibuat pada kisaran abad ke-18 dan ke-19. memiliki perkembangan nilai estetika melalui seni bentuk dan seni pamor yang terdapat di dalamnya.
Pada abad ke-21, pengrajin keris mulai merubah persepsi dalam proses tujuan pembuatan sebuah keris. Persebaran pengrajin keris di Kabupaten Sumenep banyak terdapat di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi. Keris yang dibuat pada abad ke-21 hanya menampilkan sisi estetika pada sebuah keris yang tercermin dari bentuk keris serta pamor yang terkandung di dalam sebuah keris. Unsur seni yang terdapat dalam sebuah keris semakin menunjukkan bahwa keberadaan keris bagi masyarakat Madura masih begitu penting. Pada masa ini, keris tidak lagi dianggap sebagai sebuah benda yang memiliki kekuatan magis, tetapi dianggap sebagai sebuah benda seni yang memiliki nilai ekonomi yang dapat dipejual belikan untuk dijadikan sebagai sebuah cendera mata ataupun karya seni untuk di koleksi.
Karakteristik Keris Madura
Secara umum mengenai persepsi dan fungsi keris yang dipahami oleh masyarakat Jawa dan Madura memiliki persamaan. Keris yang dianggap sebagai sebuah benda pusaka yang keramat tidak hanya memiliki kekuatan magis di dalamnya tetapi juga memiliki nilai histories, falsafah serta nilai-nilai seni yang ditampilkan pada seni bentuk dan seni pamor. Keris juga digunakan sebagai aksesoris bagi busana yang digunakan kaum pria dan diyakini mampu memberikan perlindungan terhadap keselamatan orang yang memilikinya.
Seiring dengan perjalanan sejarah persebaran kens, pada masing-masing daerah persebaran budaya yang berkaitan dengan benda pusaka ini memiliki karakteristik yang khas yang dapat menandakan corak kehidupah masyarakatnya. Keris Madura memiliki bentuk yang khas serta ricikan yang sangat sederhana. Secara umum yang menggambarkan perbedaan antara keris Jawa dan Madura adalah pada seni bentuk serta corak pamornya.
Perbedaan bentuk yang dimaksudkan dalam penjelasan diatas adalah perbedaan pada bagian “sor-soran”. Umumnya ganja pada keris Madura berukuran lebih pendek bila dibandingkan dengan ganja pada keris Jawa. Hingga jika ditarik garis vertikal sampai ujung ganja membentuk sebuah pola yang agak kaku dan oleh masyarakat Madura disebut sebagai pola noron pjan seperti yang tertera pada (gambar 1).
Selama ini masyarakat luas mengenal pulau Madura hanya dari aspek kebudayaan yang berupa kerapan sapi dan carok. Kerapan sapi dianggap sebagai ikon masyarakat madura di bidang hiburan dan seni pertunjukan, sedangkan carok dianggap sebagai sebuah aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan kepribadian umum masyarakat Madura. Masyarakat Madura dikenal juga sebagai etnis yang religius dan menampilkan kesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianut dan diyakininya.
Sebenarnya masyarakat Madura hidup dengan aspek budaya yang unik, karena didalam kehidupan masyarakat Madura sendiri memiliki pola dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Secara administratif pemerintahan, Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Walaupun secara garis besar suku bangsa mereka sama-sama berasal dari suku bangsa Madura, namun masyarakat di masing-masing kabupaten didalam aktifitas kesehariannya memiliki corak dan khas yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara, pandangan hidup antara masyarakat Madura pesisir utara dan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan memiliki perbedaan pola dan pandangan hidup. Masyarakat Madura yang berada dibagian pesisir utara terkesan memiliki pola dan pandangan hidup yang masih tradisional, bahkan terkesan sebagai kelompok masyarakat yang terbelakang dalam bidang pendidikan yang berbeda dengan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan yang dianggap kelompok masyarakat yang sudah mulai mengalami masa transisi menuju masyarakat modern.
Selama ini masyarakat banyak yang kurang memamahi kebudayaan Madura yang esensial. Masyarakat hanya memahami kebudayaan Madura dari sisi permukaan saja, tanpa memahami konsep umum kebudayaan Madura. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya literatur yang berkaitan dengan penelitian terhadap kebudayaan Madura secara khusus dan mendalam. Selama ini, literatur yang ada hanya menggambarkan perkembangan budaya masyarakat Madura secara universal dan terkesan bersifat subjektif.
Untuk ketaatan terhadap agama, masyarakat Madura terkesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya. Ketaatan mereka terhadap agama juga diiringi dengan perhatian mereka terhadap hal-hal yang berbau magis, seperti dalam upacara perkawinan,kelahiran, kematian dan beberapa hal yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka serta perlakuan masyarakat terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan magis. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan magis dan ritus turut mewarnai dan memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura.
Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah perhatian masyarakat Madura terhadap benda pusaka yang berupa Keris ataupun jenis tosan aji yang lain. Keyakinan masyarakat terhadap nilai-nilai magis yang terkandung di dalam benda-benda pusaka tersebut menyebabkan masyarakat Madura memiliki dan menyimpan benda pusaka tersebut di rumah atau bahkan menjadikan benda-benda- tersebut sebagai sebuah “sikep”. Perburuan terhadap keberadaan benda-benda pusaka itu dilakukan masyarakat Madura hingga ke daerah luar Pulau Madura.
Keris dianggap sebagai sebuah benda yang keramat oleh masyarakat Madura memiliki karakter yang unik dan khas yang dapat menandakan corak perkembangan kehidupan masyarakat dari masa ke masa. Selain itu ciri khas dan unik yang terdapat pada keris juga dapat menjadi sistem pertanda tentang kehidupan sosial masyarakat Madura yang paternalistik.
Selain mengandung unsur-unsur religi, keris juga memiliki unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya. Unsur seni yang terdapat pada sebuah keris tidak hanya pada sisi estetika saja, namun dari sisi religius dan etika masih tetap ditampilkan. Sisi religi pada sebuah keris bisa ditampakkan melalui keyakinan masyarakat terhadap kekuatan magis yang terkandung pada sebuah keris, hingga menimbulkan tradisi.- dalam memperlakukan sebuah keris seperti tradisi mewarangi, atau memabndikan keris, tradisi “ngokop” keris pada hari-hari tertentu, dan memolesi dengan minyak yang harum. Sedangkan sisi etika dalam sebuah keris ditunjukkan melalui cara mereka dalam menyandang keris, membuka keris, dan sebagainya, bahkan dalam memilih kerispun dengan cara meminta pertimbangan pada pemimpin sosial-religi masyarakat. Kebiasaan masyarakat untuk meminta pandangan dari tokoh-tokoh sentral masyarakat masih berlangsung hingga masa kini.
Secara umum, pandangan atau konsepsi masyarakat Jawa dan Madura memiliki beberapa perbedaan yang dianggap menjadi ciri khas dari masing-masing budaya. Perbedaan konsepsi inilah yang akan menjadi titik tekan dalam proses pembuatan makalah ini. Perbedaan konsepsi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bentuk kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang memiliki perbedaan. Secara sederhana kita dapat menilai bahwa kehidupan masyarakat Jawa dan Madura memiliki perbedaan. Namun yang menjadi titik tekan dalam makalah ini adalah perbedaan konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap sebuah benda pusaka yang bernama keris.
Gambaran Umum Keris Madura
Pada perkembangan masyarakat madura, keris yang dibuat sebelum abad ke-16 sampai abad ke-17 tidak hanya memiliki fungsi sebagai peralatan perang para prajurit. Keris yang dalam bahasa Madura tingkat halus, disebut “abinan” dianggap sebagai sebuah senjata tajam yang juga memiliki kekuatan magis. Sebelum pembuatan keris dilakukan, terlebih dahulu sang empu melakukan ritual khusus yang disebut “pojja ” yaitu sebuah ritual yang berupa tapa untuk memohon kepada Tuhan dalam keadaan berkelakuan yang suci, meminta dengan berendah diri lahir-batin agar keris yang akan, dibuatnya tersebut mampu memberikan dorongan kepada orang yang memakainya agar supaya selalu berkelakuan baik, selamat dan jauh dari semua perbuatan yang kurang baik. Dalam proses sebelum pembuatan, biasanya sang empu akan membawa besi calon keris yang akan dibuatanya ke pasar atau ke temp’at yang ramai. Jika masyarakat masih dapat melihat besi yang dibawa sang empu, maka sang empu akan mengulangi tapanya sampai besi tersebut benar-benar tidak terlihat lagi oleh masyarakat umum, barulah sang empu melanjutkan ke tahap pembuatan keris.
Setelah keris selesai dibuat, sang empu melakukan tahapan akhir pembuatan keris yaitu penyempuhan dengan cara menambahkan racun didalamnya, lalu sang empu mengatakan sepatah-dua kata misalnya : Selamat, jaya, kaya dan lain sebagainya. Hal ini dipercaya bahwa keris tersebut memiliki kegunaan bagi pemakainya seperti kata-kata yang diucapkan oleh sang empu. Untuk menguji kekerasan besi keris, sang empu menguji keris yang dibuatnya dengan cara menusukkan keris tersebut kekulit kerbau putih yang sudah dikeringkan. Biasanya keris yang dibuat pada abad-abad tersebut memiliki tiga atau empat lapis pamor saja pada masing-masing bilahnya.
Keris yang dibuat pada abad tersebut, masyarakat lebih mengenalnya sebagai keris judhagati, tesnagati yang dipercaya mengandung khaslat untuk menambah keberanian (madura = tatag), untuk mengusir musuh dan sebagai sikep dalam peperangan.
Konsepsi tentang keberadaan keris masyarakat Madura mulai mengalami perubahan orientasi pada abad ke-18 dan ke-19. Puncak kejayaan pembuatan keris terjadi pada abad ini. Banyak empu-empu yang menghasilkan karyanya pada masa itu. Keris tidak hanya berkedudukan sebagai senjata. Pada abad tersebut keris digunakan sebagai benda keramat yang dianggap bisa menjadi media untuk memperoleh keselamatan melalui kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya. Selain berkedudukan sebagai media untuk memperoleh keselamatan, keris juga mengalami perkembangan pada bidang seni pamor-nya. Keris yang dibuat pada kisaran abad ke-18 dan ke-19. memiliki perkembangan nilai estetika melalui seni bentuk dan seni pamor yang terdapat di dalamnya.
Pada abad ke-21, pengrajin keris mulai merubah persepsi dalam proses tujuan pembuatan sebuah keris. Persebaran pengrajin keris di Kabupaten Sumenep banyak terdapat di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi. Keris yang dibuat pada abad ke-21 hanya menampilkan sisi estetika pada sebuah keris yang tercermin dari bentuk keris serta pamor yang terkandung di dalam sebuah keris. Unsur seni yang terdapat dalam sebuah keris semakin menunjukkan bahwa keberadaan keris bagi masyarakat Madura masih begitu penting. Pada masa ini, keris tidak lagi dianggap sebagai sebuah benda yang memiliki kekuatan magis, tetapi dianggap sebagai sebuah benda seni yang memiliki nilai ekonomi yang dapat dipejual belikan untuk dijadikan sebagai sebuah cendera mata ataupun karya seni untuk di koleksi.
Karakteristik Keris Madura
Secara umum mengenai persepsi dan fungsi keris yang dipahami oleh masyarakat Jawa dan Madura memiliki persamaan. Keris yang dianggap sebagai sebuah benda pusaka yang keramat tidak hanya memiliki kekuatan magis di dalamnya tetapi juga memiliki nilai histories, falsafah serta nilai-nilai seni yang ditampilkan pada seni bentuk dan seni pamor. Keris juga digunakan sebagai aksesoris bagi busana yang digunakan kaum pria dan diyakini mampu memberikan perlindungan terhadap keselamatan orang yang memilikinya.
Seiring dengan perjalanan sejarah persebaran kens, pada masing-masing daerah persebaran budaya yang berkaitan dengan benda pusaka ini memiliki karakteristik yang khas yang dapat menandakan corak kehidupah masyarakatnya. Keris Madura memiliki bentuk yang khas serta ricikan yang sangat sederhana. Secara umum yang menggambarkan perbedaan antara keris Jawa dan Madura adalah pada seni bentuk serta corak pamornya.
Perbedaan bentuk yang dimaksudkan dalam penjelasan diatas adalah perbedaan pada bagian “sor-soran”. Umumnya ganja pada keris Madura berukuran lebih pendek bila dibandingkan dengan ganja pada keris Jawa. Hingga jika ditarik garis vertikal sampai ujung ganja membentuk sebuah pola yang agak kaku dan oleh masyarakat Madura disebut sebagai pola noron pjan seperti yang tertera pada (gambar 1).
 gambar 1
 
Nama ricikan keris Madura banyak memiliki persamaan dengan nama-nama ricikan keris Jawa. Penamaan pada ricikan keris Madura pada akhirnya menimbulkan kesan bahwa nama ricikan keris Madura berasal dari bahasa Jawa yang di Madura-kan, misalnya Gonjo Madura-nya ganca, peksi Madura-nya pakse pucuk Madura-nya pamoco k greneng Madura-nya garining.
Sedangkan nama ricikan yang berasal dari bahasa Madura asli diantaranya: Keloran (sogokan), pejetan (papakang), koko macan (kembang kacang), bubung (ada-ada), batton (gusen). Selain itu, dikenal juga sebutan pang bar at dalam (bilah bagian dalam) dan pang bar at luar (bilah bagian luar)
gambar 2. pang bar at dalam                       gambar 3. pang bar at luar
Sebagian masyarakat mempercayai bahwa sebuah keris harus lebih banyak dan lebih bagus pamornya dibagian pang barat dalam-nya dari pada pang barat luar, mereka beranggapan bahwa pang barat dalam adalah gambaran masa depan sedangkan pang barat luar adalah gambaran keadaan kita pada masa sekarang. Dikenal pula istilah ajub dalam yaitu pamor yang berada di ujung keris pang barat dalam terlihat lebih menonjol dari pada pamor yang berada di ujung pang barat luar. Ini juga dipercaya bahwa si pemilik keris tersebut tidak akan kedahuluan lawannya dalam peperangan dan Iain-lain. Sedangkan ajub luar adalah sebaliknya.
Kebiasaan masyarakat Madura tentang proses memilih keris yang diyakini memiliki kecocokan dengan si pemilik diantaranya dilakukan dengan cara pal. Pal adalah cara memilih dan menilai keris dengan cara mengukur bilah keris dengan menggunakan ukuran jempol, benang, serta tangan dengan ukuran tertentu. Selain melihat keris dari seni bentuk dan seni pamor, pal juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam memilih sebuah keris agar dapat menunjang perjalanan hidup mereka di masa depan.
Cara lain yang dilakukan mereka untuk memilih sebuah keris diantaranya dengan cara meminta pertimbangan dan pendapat pada tokoh masyarakat yang dianggap ahli tentang keris baik dari segi fisik maupun nilai mistik yang terkandung di dalam sebuah keris. Keberadaan tokoh masyarakat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sistem sosial mereka yang patemalistik. Mereka dapat mempengaruhi masyarakat dalam menentukan suatu pilihan, termasuk pula di dalamnya bagaimana cara mereka memilih keris.
Alternatif lain yang dilakukan masyarakat untuk memilih sebuah keris ialah dengan menilai kualitas empu-nya. Mereka cenderung memilih keris yang dibuat oleh seorang empu yang terkenal, memiliki budi pekerti luhur, dan dianggap memiliki kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Perkembangan mitos dan legenda dalam masyarakat yang berkaitan dengan para empu akan turut berpengaruh terhadap alasan masyarakat memilih sebuah keris. Mereka tidak menilai keris hanya dari seni bentuk dan seni pamor-nya saja, tetapi melakukan penilaian terhadap sebuah keris dari bobot spiritual empu yang membuatnya.
Keris merupakan senjata tradisional yang masih popular bagi masyarakat dan memiliki wilayah persebaran yang cukup luas. Keris tidak hanya menjadi identitas budaya masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Madura, keris dijadikan sebagai pusaka yang memiliki hubungan dengan nilai histories, falsafah dan nilai-nilai seni. Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah keris meliputi nilai religi, etika dan nilai estetika.
Kepercayaan terhadap kekuatan mistik yang terkandung di dalam keris merupakan cerminan dari nilai religi pada sebuah keris. Keindahan pada seni bentuk dan seni pamor mewakili nilai estetika pada sebuah keris. Sedangkan pada nilai etika, ditunjukkan dengan cara masyarakat memperlakukan keris yang merupakan warisan budaya pada generasi berikutnya.
Pelaksanaan kajian ilmiah tentang keberadaan keris sebagai salah satu bentuk warisan budaya, diharapkan dapat memberikan pemahaman secara komprehensif bagi masyarakat.

Daftar Pustaka
- Abdurrahman, Drs. 1979. Selayang Pandang Sejarah Sumenep. Sumenep : The Sun.
- Fatah, Zainal. 1942. Pengertian Tentang Keris Di Pulau Madura.


6 Keris Pusaka Sakti Yang Paling Melegenda


Indonesia adalah negara yang memiliki aneka ragam budaya,suku,ras dan keyakinan.Karena hal inilah,yang menjadi sebab utama bangsa ini memiliki sejuta peninggalan aneka carita,cerita,dongeng,pusaka dan situs purbakala,Tak terhitung jumlah kekayaan kultur yang di miliki bangsa ini,termasuk salah satu nya warisan leluhur budaya yang berupa Tosan Aji atau”Keris“.
Dari masa ke masa,tidak bosan dan habis-habisnya bahan yang menjadi topik kalau berbicara dan membahas dengan hal yang berbau dengan keris,namun apa sih keris itu?apakah keris selalu diidentikkan dengan mistik? mari kita bahas sejenak,keris atau tosan aji adalah sebuah senjata tajam yang di gunakan pada jaman dahulu sebagai senjata perang,nilai lambang tahta dll,tidak heran jika sampai detik ini nilai-nilai warisan itu masih melekat kuat dalam pandangan kita,khusus nya bagi pecinta seni budaya jawa.
Sedangkan keris itu sendiri memiliki arti dan pamor di ciptakan,sesuai dengan makna filosofi sesuai keadaan pada masa itu,konon memang menurut cerita dan hasil olah bathin ghaib oleh sahabat team saya,khusus para empu sakti dulu hanya membuat keris yang benar-benar keris itu sangat di butuhkan penciptaan nya sebagai simbolik peredam dan tola bala,dengan melakukan tapa brata,tidak makan,tidak minum,dll seraya hanya memohon kepada Gusti Alloh untuk di berikan petunjuk keris seperti apa yang cocok dibuat untuk menghadapi dan sebagai peredam makna simbolik terhadap suatu kejadian,misal :bila mana pada saat itu sebuah kerajaan sedang di timpa bala musibah paceklik(gagal panen),maka dimintalah oleh sang raja ke pada empu yang di percayakan untuk membuat keris sebgai simbolik larung bala atau peredam durjana bumi,terakhir mungkin tercipta seperti Pamor Wos Wutah,Udan Mas dll.
Di lain kesempatan nanti saya akan ceritakan apa saja pamor keris itu dan arti tuah filosofi nya,namun kali ini yang sengaja saya bahas adalah 6 Keris Pusaka Sakti Yang Melegenda =

1.Keris Mpu Gandring

Keris empu Gandring adalah Benda Pusaka yang sangat terkenal dalam riwayat berdirinya kerajaan singasari di Malang,Keris ganas yang sudah terkenal memakan korban para pendiri kerajaan,pembuat,bahkan pemakainya yaitu Ken Arok.Singkat Cerita,Keris yang Melegenda ini di buat oleh empu yang sangat sakti bernama Empu Gnadring,yang kemudian dimintakan membuat sebuh keris sangat sakti oleh ken Arok.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan harus diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan sumpah kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok.Sampai sekarang keris mpu gandring ini belum ditemukan lagi oleh siapapun..!!!

2.Keris Naga Sasra Sabuk Inten

Keris Pusaka Nagasasra dan Sabuk Inten adalah dua benda pusaka berbeda peninggalan Raja Majapahit. Nagasasra adalah nama salah satu dapur keris luk tiga belas dan ada pula yang luk-nya berjumlah sembilan dan sebelas, sehingga penyebutan nama dapur ini harus disertai dengan menyatakan jumlah luk-nya agar tidak salah.

Pada keris dapur Nagasasra yang bagus, sebagian banyak bilahnya diberi kinatah emas, dan pembuatan kinatah emas semacam ini telah dirancang oleh sang empu sejak awal pembuatan. Pada tahap penyelesaian akhir, sang empu sudah membuat bentuk kinatah sesuai rancangan. Bagian-bagian yang kelak akan dipasang emas diberi alur khusus Berupa pamor,untuk “tempat pemasangan kedudukan emas” dan setelah penyelesaian wilah selesai, maka dilanjutkan dengan penempelan emas oleh pandai emas dari dalam kerajaan.
Salah satu pembuat keris dengan dapur Nagasasra terbaik, adalah karya empu Ki Nom, merupakan seorang empu yang terkenal, dan hidup pada akhir zaman kerajaan Majapahit…!!!

3.Keris Pusaka Kala Munyeng (Milik Sunan Giri)

Dalam Riwayat Prabu Brawijaya murka. Pengaruh Sunan Giri salah satu dari sembilan
Wali Songo,dianggap sudah mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Patih
Gajahmada dan pasukannya lalu dikirim ke Giri untuk memberikan serangan,Penduduk Giri pun panik dan
menghambur ke Kedaton Giri. Sunan Giri yang saat itu sedang menulis begitu terkejut dan
pena (kalam) yang tengah digunakannya ia lontarkan ke arah pasukan Majapahit. Atas kehendak Sang Pencipta
pena yang terlontar itu menjelma menjadi keris ampuh dan keris inilah yang
memporakporandakan pasukan Majapahit.
Sunan Giri yang nama kecilnya adalah Raden Paku alias Muhammad Ainul Yakin tidak hanya dikenal sebagai penyebar agama Islam yang gigih. letapi juga pembaharu pada masanya.
Pesantrennya, yang dibangun di perbukitan desa Sidomukti di selalan Gresik, tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan agama dalam arti sempit, tetapi juga menjadi pusat pengembangan masyarakat.Gin Kedaton,pesantrennya di Gresik,bahkan tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa kala itu. Ketika Raden Patah (Demak Bintaro) melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Pada perkembangan,
nya kemudian, Demak tak lepas dan pengaruh Sunan Giri. Dan Sunan Giri diakui sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan setanah Jawa.
Meluasnya pengaruh Sunan Giri di Gresik membuat Prabu Brawijaya, raja Majapahit kala itu murka. la memerintahkan patihnya, Gadjah Mada, ke Gin Penduduk Giri ketakutan dan berlari ke kedaton Sunan, Babad Tanah jawa menuturkan, ketika itu Sunan Giri sedang menulis. Karena terkejut mendengar musuh berdatangan merusak Giri, pena (kalam) yang dipegangnya Beliau lontarkan. Sunan Giri kemudian berdoa pada Sang Pencipta.
Ternyata kalam yang terlempar itu berubah meniadi keris berputar-putar,Keris dari kalam itu mengamuk dan banyak tentara Majapahit yang menyerbu Giri tewas, Sisanya kabur,berlarian kembali ke Majapahit. Dan keris dari kalam itupun dikisahkan kembali sendiri ke kedaton Giri,Tergeletak
di hadapan Sunan dengan berlumuran darah.Sunan lalu berdoa pada Yang Maha Kuasa,dan mengatakan pada rakyat Giri bahwa kerisnya yang ampuh itu dinamai Kalam Munyeng.
Apakah keris Kalam Munyeng (pena yang berputar-putar) itu modelnya seperti keris yang pada masa kini populer dengan nama Kala Munyeng (raksasa yang berputar-putar), wallahu alam!!! Namun keris Kala munyeng juga termasuk keris yang amat tersohor Namanya di nusantara ini.

4.Keris Pusaka Kyai Condong Campur

Condong Campur adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang banyak disebut dalam legenda dan folklor. Keris ini dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Condong Campur.
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an.
gambar keris condong acampur
Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu.
Konon keris pusaka ini dibuat beramai-ramai oleh seratus orang mpu. Bahan kerisnya diambil dari berbagai tempat. Dan akhirnya keris ini menjadi keris pusaka yang sangat ampuh tetapi memiliki watak yang jahat.
Dalam dunia keris muncul mitos dan legenda yang mengatakan adanya pertengkaran antara beberapa keris. Keris Sabuk Inten yang merasa terancam dengan adanya keris Condong Campur akhirnya memerangi Condong Campur. Dalam pertikaian tersebut, Sabuk Inten kalah. Sedangkan keris Sengkelat yang juga merasa sangat tertekan oleh kondisi ini akhirnya memerangi Condong Campur hingga akhirnya Condong Campur kalah dan melesat ke angkasa menjadi Lintang Kemukus(komet atau bintang berekor), dan mengancam akan kembali ke bumi setiap 500 tahun untuk membuat huru hara, yang dalam bahasa Jawa disebut ontran-ontran.

5.Keris Pusaka Setan Kober

Keris setan kober ini dalam sejarah dibuat oleh mpu supo mandagri,beliau adalah keturunan seorang empu dari tuban.Dalam riwayat,Mpu supo memeluk islam dan berguru kepada sunan Ampel,sambil tetap membuat keris,Supo Mandagri adalah mpu sakti yang menjadikan karya nya begitu sangat terkenal antara lain Keris Kyai Sengkelat,dan Keris Kyai Nogo sosro dan setan kober ini sendiri,keris ini dulu bernama “Bronggot Setan Kober” di buat pada awal kerajaan islam demak Bintaro,kemudian keris ini di serahkan kepada Syekh Jafar Soddiq atau Sunan Kudus dalam perjalananya kemudian di berikan lagi kepada Arya penangsang.
keris pusaka setan kober
Keris pusaka setan kober ini sangat ampuh sekali,tapi membawa hawa perbawa panas,sehingga sering membuat si pemakainya mudah marah,begitu juga dengan arya penangsang yang mudah emosi akibat pembawaan keris ini.keris inilah yang di gunakan arya penangsang untuk bertanding melawan sutawijaya yang memiliki tombak kyai pleret.Sampai detik ini,keris ini juga tidak di ketahui asli keberadaan nya,sama halnya dengan pusaka lain seperti mpu gandring,demikian juga pamor dan dapur asli ciri setan kober tidak diketahui asli dan model nya,alasan ini mungkin menjadi kuat karena keris ini memakan banyak sekali korban petinggi penting,jadi para empu mungkin tidak membuat mirip asli nya karena di yakini membawa sial atau bala sebab telah di anggap haus darah.

6.Keris Kyai Sengkelat (Brawijaya Ke v )

eris Sengkelat adalah keris pusaka luk tiga belas yang diciptakan pada jaman Majapahit (1466 – 1478), yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) karya Mpu Supa Mandagri.
Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan untuk membuat keris Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat. Ketika ditanya besi itu berasal darimana, dijawab lah bahwa besi itu milik Muhammad saw. Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat menjadi sebilah pedang.
Namun sang mpu merasa sayang jika besi tosan aji ini dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama keris Sengkelat. Setelah selesai, diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya.Maka oleh Sunan Ampel disarankan agar keris Sengkelat diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V menerima keris tersebut, sang Prabu menjadi sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan akhirnya keris tersebut menjadi salah satu piyandel (maskot) kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan berhasil. Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit diberi tugas untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. karena taktik yang jitu dari mpu sumpa akhirnya keris itu ia dapatkan kembali dan tanpa menyebabkan peperangan,Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi seorang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri.Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan untuk  membuat keris.
Gambar keris bukanlah ciri fisik asli keris yang diceritakan hanya simbolik saja