BROJOL
Brojol Sebagai Simbol Kelahiran
Dalam masyarakat yang memandang keris dari sisi esoteri, seringkali dapur ini dikaitkan dengan tuahnya “memperlancar kelahiran jabang bayi”.
Sehingga mungkin banyak orang yang menganggap keris ini hanya cocok
untuk mereka yang berprofesi sebagai dukun bayi. Benar dan tidaknya
mengenai tuah tersebut, hanya Tuhan yang mengetahui. Namun di sisi lain,
dijumpai bahwa banyak masyarakat yang memperoleh pusaka warisan
keluarga berdapur Brojol, meskipun mereka bukan dari keturunan dukun
bayi.
Dapur Brojol, sebagaimana dapur keris lainnya merupakan suatu karya
yang mempunvai muatan spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara
terminology, brojol memang identik dan terkait dengan masalahi
kelahiran. Brojol merupakan ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi ke
dunia. Keris berdapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya
bukan pada proses kelahiran itu sendiri (mbrojol-lahir) yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada kesucian jabang bayi yang baru dilahirkan, yaitu fitrah manusia.
Ajaran-ajaran Jawa disampaikan penuh dengan pengetahuan esoterik vang merangsang angan-angann dan perenungan. (Niels Mulder, 2001:129).
Penafsiran yang dilakukan sangat tergantung wawasan dan pengalaman
masing-masing pribadii yang sangat subjektif. Dalam budayal suatu ajaran
yang dianggap penting jika disampaikan tanpa simbolisasi tentu menjadi
tidak menarik dan juga kurang menyenangkan, karena disampaikan secara
biasa-biasa saja (polos) dan tegas. Sebaliknya semakin tersembunyi
(simbolik) dan semakin rumit maka akan semakin menarik dan makin
mengembangkan pemikiran.
Fitrah Manusia
Fitrah manusia merupakan potensi dasar yang ada pada manusia untuk
percaya adanya Tuhan dan selalu condong kepada kebenaran. Fitrah ini
diciptakan dan bersumber dari Tuhan. Oleh karenanya, fitrah manusia
mengarah kepada tujuan yang satu, kebenaran dan kesucian jiwa yang
menjadikan manusia selalu kembali dekat kepada Penciptanya.
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat
baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu
merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia,
pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan
agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang
diajarkan agama.
Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan membutuhkan
adanya Tuhan Sang Pencipta. Dengan kecenderungan fitrah inilah manusia –
bagaimanapun ingkarnya dia – ketika ia dalam keadaan tak berdaya, maka
tetap akan mengakui keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Inilah hakikat
fitrah manusia.
Apabila mereka taat dan patuh pada perintah Tuhan, mereka akan selalu
dekat dengan-Nya. Apabila ia dekat dengan Tuhannya, ia akan selalu
merasakan kehadiran Tuhan setiap saat. la akan merasa bahwa setiap
perilakunya, gerak geriknya berada dalam pengawasan Tuhan. Jika fitrah
manusia telah kembali dan terjaga, timbullah sifat Ihsan dalam dirinya;
serasa ia berada dalam perhatian Tuhan, sehingga menjadikannya tertib
dan berhati-hati dalam setiap sikap dan perbuatan. Prinsip kebaikan ini
diakui oleh seluruh umat manusia, sedangkan perilaku yang tidak baik
akan senantiasa mengantarkan manusia menuju kehinaan dan kesengsaraan.
Ironisnya, banyak di antara kita yang melupakan fitrah insaniyah
(kemanusiaan) kita. Sebagian besar kita justru dipengaruhi, bahkan
dikuasai oleh nafsu. Kita sering menjadikan nafsu sebagai illah (Tuhan)
dalam kehidupan ini. Padahal dalam ajaran agama Tuhan secara tegas
mengecam para budak ‘nafsu’. tidak lain seperti halnya binatang yang
jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Betapa nista dan hinanya sebutan
padanan yang diberikan Tuhan kepada para pemuja nafsu. Mereka
diibaratkan seperti binatang, bahkan jauh lebih hina dari binatang.
Inilah saat ketika manusia tergelincir berbuat kejahatan yang
menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan
agamanya. Manusia diciptakan sebagai mahluk paling sempurna, karena
dikaruniai akal. Akal akan menuntun manusia untuk menentukan derajatnya,
apakah di bawah binatang atau bahkan di atas malaikat.
Dalam pandangan jawa ada dua macam nafsu yang sangat menghalangi nilai kemanusiaan, yaitu: hawa nepsu (nafsu-nafsu) dan Pamrih ( Egoisme). Tak perlu disebutkan disini bermacam nafsu, namun secara umum ada idiom vang di sebut Ma Lima, yaitu: Madat (nyandu obat terlarang), Madon (main perempuan. selingkuh, seks bebas), Minum (Mabuk), Maling (mencuri, menipu, korupsi), Main (judi).
Hawa Nepsu yang tidak baik, merupakan perasaan dan tindakan kasar yang
melemahkan control diri manusia sehingga dapat melemahkan kekuatan
batin. Orang yang dikuasai nafsu menunjukkan bahwa akal budi belum
menduduki pengendalian iiwanya. Manusia semacam itu tidak lagi
mengembangkan segi-segi halusnya (perasaan) dan kerbanyakan akan
menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam keluarga maupun dalam
dalam lingkungannya dan masyarakat.
Halangan yang kedua yaitu Pamrih (egoisme).
Bertindak oleh karena pamrih berarti hanya mementingkan kepentingannya
sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain bahkan seringkali
merugikan orang lain. Pamrih merupakan sikap yang memperlemah manusia
dari dalam. Pamrih terutama terkait dengan tiga nafsu, yaitu : Nepsu menange dewe (menganggap dirinya paling berkuasa), Nepsu benere dewe (menganggap dirinya yang paling benar), dan Nepsu butuhe dewe (hanya memperhatikan kebutuhan diri sendiri).
Dua macam nafsu tersebut menjadi halangan manusia mencapai Fitrah
yang telah diberikan oleh Tuhan. Banyak keinginan manusia diluar
kebutuhannya. Manusia yang telah dikuasai oleh nafus selalu berusaha
untuk memenuhi segala keingannnya tanpa batas, meskipun ditempuh dengan
cara-cara yang merendahkan derajat/martabatnya (suap, korupsi, menipu
orang lain, mencuri dan sebagainya).
Hasil tersebut dapat memenuhi keinginan manusia untuk memperoleh uang
dan harta yang melimpah, rumah mewah, mobil berkilap, sandangan serba
bergengsi, gaya hidup hedonisme/konsumtif dan sebagainya. Meskipun hal
tersebut dapat diperoleh, akan tetapi dari lubuk hari yang paling
dalam, ada perasaan tidak tenteram, merasa berdosa, itulah fitrah yang
diberikan Tuhan pada manusia.
Bagi manusia yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia
tidak mau merendahkan derajatnya, ia bahkan akan selalu berusaha untuk
mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha
meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya. Tetapi bagi mereka
yang telah dibutakan mata hatinya oleh dekapan nafsu, la akan terlena
dan terbuai, tidak mempedulikan lagi fitrah kemanusiaannya yang suci.
la akan terlelap dalam bisikan nafsu, sampai akhirnya maut dating
menjemputnya.
Untuk mengendalikan nafsu-nafsu dapat dilakukan dengan cara laku tapa
dengan sedikit mengurangi makan, tidur, menguasai diri dibidang seksual
dan lain sebagainva. Ajaran Jawa mengatakan “Cegah Dhahar lan Guling“, sebagaimana dalam Serat Wulangreh tembang Durma:
“Dipun sami ambanting sariranira, cegah dhahar lan guling,
darapon suda, nepsu kang ngambra-ambra, rerema ing tyasireki, dadi
sabarang karsanira lestari”
(artinva: Lakukanlah prihatin, janganlali terlalu banvak makan dan terlalu banyak tidur, agar nafsu yang menyala-nvala dapat berkurang dan hati menjadi tenteram. Akhirnya segala sesuatu yang hendak dicapai akan terlaksana).
(artinva: Lakukanlah prihatin, janganlali terlalu banvak makan dan terlalu banyak tidur, agar nafsu yang menyala-nvala dapat berkurang dan hati menjadi tenteram. Akhirnya segala sesuatu yang hendak dicapai akan terlaksana).
Sesuai dengan hal tersebut, bagi orang Jawa laku tapa bukanlah
meniadakan sama sekali dorongan biologis akan tetapi sekedar
mengaturnya. Hal tersebut tentu dapat dicapai dengan membiasakan diri
atau latihan dari sedikit. Taat terhadap perintah Tuhan dan selalu
menjalankan apa vang telah diajarkan dalam agama juga merupakan suatu
laku tapa. Sehingga dengan laku tapa demikian, diharapkan akan
mendekatkan diri kepada Tuhannya dan diharapkan manusia selalu pada
fitrahnya.
Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan
Dapur Brojol mempunvai ricikan Pijetan yang merupakan symbol dari
kelapangan hati. Gandik polos merupakan symbol ketabahan dalam
menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap sesuatu yang diperoleh,
khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah manusia
itu pada dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan
takdir Tuhan. Takdir bagi orang Jawa disebut dengan istilah “pepesthen”.
Pepesthen mempunyai arti segala sesuatu vang menyangkut hidup manusia
tidak dapat dilepaskan dari takdir Tuhan. Ada ajaran Jawa yang
mengatakan “Ora ana kasekten sing madhani pepesthen, awit pepesthen iku wis ora ana sing bias murungake”.
Artinya tiada kesaktian yang mempunyai kepastian sebagimana yang
dimiliki Tuhan, karenanya tidak ada yang dapat menggagalkan kepastian
dari Tuhan. Oleh karena itu, dalam paham ajaran Jawa selalu beranggapan
bahwa abang birune urip (merah birunya hidup) tergantung dari takdir Tuhan. Peristiwa kehidupan di dunia yang menyangkut begja cilaka, bungah susah, sugih mlarat
(‘keselamatan-bencana, sengsara-kesenangan, kekayaan-kemiskinan) dan
sebagainya sudah merupakan pepesthen. Atas dasar itu, orang Jawa
menyikapi pandangan hidup dengan mung saderma nglakoni (sekedar menjalankan) apa yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Dapat dikatakan bahwa ajaran Jawa percaya bahwa segala sesuatu yang
terjadi pada manusia merupakan kepastian dari Tuhan. Karena merupakan
kepastian dari Tuhan maka segala yang telah terjadi justru harus
disyukuri, diambil hikmahnya dan harus diterima dengan ikhlas dan Sumeleh (dengan hati yang lapang). Takdir yang terjadi tidak bisa diubah oleh manusia, maka manusia hanya Sumarah (pasrah dan tabah) pada kehendak Tuhan. Sumarah dan sumeleh menunjukkan kestabilan jiwa seseorang dalam menjalani hidup.
Namun demikian, seriap orang wajib berikhtiar dan berusaha semampunya (wiradat). Hal tersebut menggambarkan bahwa hidup ini perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo
atau memaksakan diri diluar batas kemampuannya. Orang yang ngoyo,
cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru
menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.
Brojol Merupakan Ajaran Hidup Menuju Fitrah Manusia
Dapur Brojol yang sederhana merupakan suatu symbol mengenai ajaran hidup bagaimana seseorang untuk menjaga fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan. Meskipun bentuknya sederhana, dapur ini sarat dengan ajaran hidup yang sangat dalam. Meskipun fidak mudah untuk mencapainya, namun paling tidak ajaran ini mengingatkan manusia. Seorang yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan derajatnva, ia bahkan akan selalu berusaha untuk mempertahankan fitrah kemanusiaannva. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya.
Dapur Brojol yang sederhana merupakan suatu symbol mengenai ajaran hidup bagaimana seseorang untuk menjaga fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan. Meskipun bentuknya sederhana, dapur ini sarat dengan ajaran hidup yang sangat dalam. Meskipun fidak mudah untuk mencapainya, namun paling tidak ajaran ini mengingatkan manusia. Seorang yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan derajatnva, ia bahkan akan selalu berusaha untuk mempertahankan fitrah kemanusiaannva. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya.
Nafsu- nafsu duniawi yang menghalangi pencapaian fitrah, dikendalikan
dengan tapa laku dan memahami takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Karena hidup ini tidak lepas dari kepastian dari Tuhan maka segala yang
telah tercapai harus disyukuri, diambil hikmahnya dan harus diterima
dengan ikhlas dengan Sumeleh (dengan hati yang lapang) dan Sumarah
(tabah dan pasrah). Sumarah dan sumeleh menunjukkan kestabilan jiwa
seseorang dalam menjalani hidup. Namun demikian, orang harus wajib
berikhtiar, harus berusaha semampunya (wiradat).
Namun usaha tersebut perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau
memaksakan diri diluar batas kemampuannya, melanggar ajaran agama dan
merugikan orang lain. Orang yang hidup ngoyo dan neko-neko
(bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, vang
justru menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN BERI MASUKAN UNTUK MENUNJANG KARYA